Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Bali, Gita Sinarwulan. (BP/may)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Penundaan kenaikan PPN 12 persen di 2025 disambut positif oleh pelaku usaha ritel. Sebab, kebijakan itu akan berdampak besar terhadap penjualan produk-produk ritel dan menyebabkan low season yang panjang dan dalam.

Menurut Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Bali, Gita Sinarwulan, PPN 12 persen merupakan tantangan besar untuk pusat perbelanjaan seperti mall. “Namun syukurnya kenaikan PPN ditangguhkan hanya dikenakan pada barang impor. Itu sangat membantu kita untuk menjalankan bisnia mall ini,” ujarnya, Rabu (15/1).

Namun, mengingat pusat perbelanjaan menjual berbagai produk dengan brand ternama, termasuk produk-produk impor, pemberlakuan PPN 12 persen untuk barang mewah diakuinya cukup mempengaruhi transaksi. Pihaknya pun mengatur strategi dengan membuat great sale di tengah musim lesu pembeli ini.

Baca juga:  MKD Panggil Rieke Diah Pitaloka Soal Penolakan PPN 12 Persen

Dikatakan Ketua Umum APPBI, Alphonzus Widjaja, transaksi belanja di pusat perbelanjaan selama kegiatan great sale bertumbuh 164 persen dibandingkan tahun sebelumnya. “Yang menjadi concern kami di industri ritel, tahun 2024 tren pola belanja setelah Idul Fitri selalu masuk low season. Setelah itu naik lagi menjelang libur sekolah, lalu naik di momen Nataru,” ujarnya.

Tahun 2023, low season cukup panjang karena menurunnya daya beli masyarakat kelas menengah bawah. Di 2024, low season panjang karena Ramadhan dan Idul Fitri terjadi lebih awal. “Ini yang harus diantisipasi. Tapi beruntung tahun ini low season tidak dalam dan panjang karena pemerintah menunda kenaikan PPN menjadi 12 persen. Kami sudah khawatir kalau itu diberlakukan, low season akan menjadi panjang dan dalam. Kalau itu terjadi, berat buat pelaku usaha khususnya di industri ritel,” ujarnya.

Baca juga:  Penataan Persebaran dan Pengarahan Mobilitas Penduduk di "Sarbagi" Kacau

Sementara itu, Wakil Menteri Perdagangan, Dyah Roro Esti Widya Putri mengatakan, pihaknya berupaya meningkatkan daya beli masyarakat dengan beragam strategi. Kemendag, sebutnya, mendorong upaya kreatif untuk membuat masyarakat ingin berbelanja di Indonesia.

Dari upaya kreatif yang dilakukan, seperti great sale selama sebulan, terjadi kenaikan transaksi 164 persen. Pemerintah saat Nataru juga mencatat peningkatan transaksi ke pusat perbelanjaan, khususnya karena ada upaya mendorong belanja di Indonesia saja.

Baca juga:  Astra Serahkan Bantuan Tahap Kelima Rp 20,8 Miliar

Selain upaya itu, juga ada hari belanja online nasional (Harbolnas) untuk mendorong konsumsi masyarakat dengan total nilai transaksi Rp31,2 triliun. Sebanyak 52 persen produk yang ditransaksikan merupakan produk lokal.

Program lainnya yang dilaksanakan Kemendag dalam rangka menyambut Nataru 2024 yaitu Epic (Every Purchase is cheap) Sale dengan nilai transaksi Rp14,9 triliun. Secara total transaksi yang dicapai adalah Rp71,5 triliun, meningkat dari tahun sebelumnya.

Sementara Bali sendiri menurutnya unik karena banyak konsumen pendatang dalam artian qisatawan asing. Sehingga memiliki peluang terjadi business matching antara pelaku usaha lokal dengan konsumen dari berbagai negara. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN