Ketua Komunitas Petani Muda Karya, A. A. Gede Agung Wedhatama memeriksa komoditi pertanian organik sebelum dipasarkan, Rabu (5/1/2022). (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Tantangan terbesar pertanian di Bali, bahkan di dunia, adalah minat anak muda masuk ke sektor pertanian kian kendur. Sementara untuk menyelesaikan persoalan di bidang pertanian, SDM menjadi kuncinya.

Ketua Petani Muda Keren (PMK) AA. Gede Agung Wedhatama mengaku bahwa minat anak muda masuk ke sektor pertanian minim. Sementara di era modern, kemampuan anak muda dalam mengadopsi teknologi khususnya di bidang pertanian, sangat tinggi.

Sehingga jika ingin memajukan pertanian dengan teknologi, SDM muda di bidang pertanian harus ada. “Sampai sekarang kami duta petani milenial, hampir semua anggota PMK menjadi duta petani andalan, petani milenial untuk menularkan minat bertani. Kami bergerak terus membantu pemerintah untuk program regenerasi petani melalui program smart farming, pertanian organik, dan korporasi pertanian,” ujarnya.

Baca juga:  Hakim Tolak Eksepsinya, Ini Kata Eka Wiryastuti

PMK bertekad mendukung penuh target pemerintah, namun modal yang harus dimiliki adalah bersatu. Menurutnya dengan bersatu, petani dapat membangun satu kawasan pertanian yang kuat seperti kawasan alpukat, strawberry, durian, dan hortikultura.

“Petani harus bersatu membuat kawasan pertanian melalui kelompok tani dengan membentuk koperasi pertanian, dengan dibuat kawasan seperti itu, maka dapat membangun agrotourism, desa wisata berbasis agro,” ujarnya.

Menurutnya, selama ini alih fungsi lahan terus terjadi karena masyarakat Bali belum memanfaatkan lahannya secara optimal, belum mendapatkan pemasukan yang maksimal dari usaha taninya. Sehingga dengan mudah menjual, mengontrakkan, dan mengalihfungsi lahan menjadi vila, dan sebagainya.

Baca juga:  Soal Taksi Online, Sopir Transport di Bali Minta Pemerintah Adil

Melihat kondisi Bali yang sulit terlepas dari ketergantungan pariwisata, maka cara yang bisa dilakukan adalah supporting antarsektor. Pertanian mendukung pariwisata dan pariwisata mendukung pertanian. Dengan cara mengembangkam tourism supporting agriculture.

“Jadi fokus bertani, bonusnya pariwisata. Karena kita tidak bisa meninggalkan pariwisata, jadi di kebun bisa membuat glamping, homestay, vila kecil,” ujarnya.

Ke depan, dengan konsep tersebut, petani adalah subyek pariwisata, bukan lagi menjadi obyek. Dengan menjadi subyek, petani mendapatkan income, hasil dari bertani itu sendiri.

Petani bisa menjadi investor untuk mengembangkan pertanian sekaligus pariwisata yang dibangun dari pertanian. “Petani biapsa menjadi investor karena memiliki lahan, lahan pun tidak harus dijual, dikontrakkan, tapi mengembangkan pertaniannya dan menginovasikan lahan dengan membangun glamping, homestay, vila kecil,” jelasnya.

Baca juga:  Kasus Dugaan Korupsi Bupati Cup Tunggu Hasil Audit BPKP

Deputi Kepala BI KPw Bali GA. Diah Utari mengatakan, peningkatan produktivitas untuk kecukupan pangan perlu dilakukan dengan regulasi yang berpihak pada pertanian, pemanfaatan teknologi, bibit unggul, serta penting sinerrgi untuk penguatan kapasitas petani, nelayan, dan peternak.

Sementara penguatan ekosistem pertanian juga perlu dukungan pemerintah dengan mendorong konsumsi terhadap produk lokal. Ekosistem pertanian juga harus disinergikan dengan Perumda Pangan, BumDes sehingga alur petani rantai pasok dari petani ke konsumen, bisa lebih pendek. Dengan demikiam petani akan mendapatkan harga yang optimal, konsumen juga dapat menikmati harga yang lebih efisien karena rantai pasok yang pendek. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN