Ni Luh Gede Yastini. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kasus pernikahan anak usia dini di Bali mengalami peningkatan. Berdasarkan permohonan dispensasi kawin, jumlahnya mencapai 368 pada 2024.

Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan 2023 yang jumlahnya 335 dispensasi kawin. Rata-rata mereka berusia di bawah 14 hingga 16 tahun.

Hal itu diungkapkan oleh Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Provinsi Bali, Ni Luh Gede Yastini. Ia mengatakan data yang diungkapkan tersebut berdasarkan permintaan dispensasi kawin ke pengadilan negeri dan pengadian agama se-Bali.

Daerah yang paling banyak meminta permohonan dispensasi adalah Kabupaten Buleleng. Disusul Jembrana, Karangasem, dan Bangli.

Mantan Direktur LBH Bali ini menuturkan, tak bisa mendata keseluruhan perkawinan anak, karena ada juga yang tidak mengajukan dispensasi. “Memang berdasarkan dispensasi di pengadilan seluruh Bali, memang Buleleng yang paling banyak. Daerah lain, Bangli Jembrana dan Karangasem banyak mengajukan. Denpasar tahun lalu cukup banyak, tahun ini tidak sebanyak tahun lalu,” ujarnya, Senin (20/1).

Baca juga:  Bobol Ruang Keuangan RS, Pelaku Terekam CCTV

Untuk menekan kejadian ini ke depannya, KPAD berharap Pemerintah Provins Bali mengeluarkan payung hukum soal perkawinan anak. Baik dari peraturan gubernur maupun bupati/wali kota atau berupa peraturan daerah (perda). Menurutnya, dengan peningkatan angka perkawinan anak menjadi kecemasan bersama.

Apalagi Indonesia akan menuju Indonesia Emas pada tahun 2045. ”Jangan sampai perkawinan anak akhirnya banyak membuat generasi diharapkan tidak sesuai yang diharapkan,” tandasnya.

Dengan adanya Perda di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota soal perkawinan anak tersebut, untuk mengatur pencegahan perkawinan anak dan juga mengatur penanganan setelah terjadi pekawinan anak. Misalkan, tetap melanjutkan pendidikan agar tidak sampai putus sekolah.

Selain itu, pihaknya juga berharap adanya dukungan majelis desa adat agar lebih berperan dengan membuat pararem. Sebab, dari banyaknya pengajuan dispensasi, ternyata  sudah melewati proses adat terlebih dahulu. Sehingga pengadilan mengabulkan permohonan itu, karena sudah melakukan perkawinan secara adat.

Baca juga:  Putri Suastini Koster: Cegah Stunting Melalui Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

“Makanya mereka menerima permohonan itu. Walaupun anak ini masih muda, ada di bawah 14 tahun. Nah itu, saya berharap desa adat berkenan melindungi anak-anak. Termasuk perkawinan anak yang terjadi di daerahnya buat pararem perkawinan anak,” harapnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan, Perempuan dan Perlindungn Anak Provinsi Bali, Luh Ayu Aryani, mengaku telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah pernikahan anak dan penanganannya. Seperti sosialisasi, advokasi dan juga pemenuhan hak anak dan perlindungan, atau konvensi hak anak melalui desa, kecamatan, kabupaten hingga provinsi layak anak.

Pencegahan dan penanganan perkawinan anak, kata Luh Aryani harus bekerja sama dengan berbagai stakeholder. Baik dari tingkat desa hingga provinsi. Apalagi, Dinsos Bali juga telah membentuk pusat pembelajaran keluarga (puspaga) yang juga sudah ada di kabupaten/kota.

Pemprov Bali juga mendorong supaya dari tingkat desa ada perlindungan anak terpadu berbasis masyarakat atau PATBM. Selanjutnya, ada forum anak daerah sebagai pelopor yang baik-baik bagi teman sebaya dan juga pencegahan kekerasan.

Baca juga:  Anak Dari Perkawinan Campuran Berpotensi Menjadi WNA

Selain itu, Pemprov Bali juga mendorong terbentuknya desa ramah perempuan dan peduli anak (DRPPA) yang juga sudah dilaunching ruang bersama Indonesia. Di samping juga memperkuat sinergitas di tingkat desa untuk penyelesaian isu-isu perempuan dan anak, data perempuan, anak berbasis desa, dan mengoptimalkan call center SAPA 129.

“Ini yang sudah kami upayakan di Dinsos PPPA Provinsi Bali. Masalah ini juga tidak diselesaikan oleh kami, tapi dari berbagai sektor. Pentahelix dengan jejaring kerja secara ngerombo atau konvergen seperti pada kasus-kasus stunting kemiskinan, inflasi dan lain-lain,” tandasnya.

Disinggung bagaimana kerja sama dengan desa adat? Luh Aryani mengklaim, Dinsos selalu melibatkan desa adat setiap kegiatan perempuan dan anak. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN