DENPASAR, BALIPOST.com – Sungguh memalukan, Bali yang terkenal seantero dunia sebagai tempat wisata yang dikunjungi jutaan wisatawan mancanegara (wisman) tidak memiliki transportasi publik. Para pemegang kebijakan pun mulai dari gubernur hingga bupati seakan-akan buta tuli dengan persoalan ini.
Padahal, Bali telah diliputi masalah kemacetan yang semakin parah. Keterbatasan anggaran selalu menjadi alasan pembenar bagi ketidakpedulian para pejabat. Dibiarkannya Bus Trans Metro Dewata (TMD) dihentikan operasionalnya per 1 Januari 2025 menjadi bukti rendahnya komitmen penjabat Gubernur Bali termasuk anggota DPRD Bali.
Bus TMD merupakan proyek pengembangan BTS (Buy The Service) dari Kementerian Perhubungan (Menhub) melalui sistem stimulus. Sehingga, pembiayaan operasional Bus TMD ini sepenuhnya ditanggung Pemerintah Pusat. Namun, ada perjanjian nota kesepahaman antara Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub dengan Pemarintah Provinsi Bali dan Kota Denpasar yang berakhir pada tahun 2024.
Salah satu nota kesepahaman tersebut ada tentang operasional Bus TMD dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah Bali. Setelah lima tahun, tepatnya tahun 2025 pengelolaan bus tersebut dialihkan ke pemerintah daerah.
Uniknya, Ketua DPRD Bali, Dewa Made Mahayadnya, alias Dewa Jack mengaku, DPRD Bali tidak diberi tahu bahwa bus TMD kontraknya habis per 1 Januari 2025. Terlebih saat ini Gubernur yang menjabat di Bali statusnya masih Penjabat (Pj.) Gubernur.
Untuk itu, pihaknya akan memproses penganggaran bus TMD di APBD Perubahan Tahun Anggaran (TA) 2025. Namun, ia belum mengetahui secara pasti bagaimana mekanismenya.
Ketua Komisi II DPRD Bali, Agung Bagus Pratiksa Linggih mengakui bahwa kondisi APBD Bali saat ini mengalami defisit, sehingga perlu ada efisiensi. Kendati demikian, Komisi II DPRD Bali akan melalukan diskusi untuk bagaimana ke depannya pengadaan transportasi publik di Bali jauh lebih sempurna.
Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Provinsi Bali, Dr. Ir. I Made Rai Ridartha, mengatakan bahwa pemerintah pusat sudah memberikan tenggang waktu kepada pemerintah daerah untuk mengambil alih biaya operasional Bus TMD. Apakah itu Pemerintah Provinsi ataupun pemerintah daerah di wilayah Sarbagita. Mereka harus duduk bersama untuk berkontribusi soal penganggaran pembiayaannya, sebab jika hanya mengandalkan provinsi sendiri juga tidak memungkinkan. (Ketut Winata/balipost)