NEGARA, BALIPOST.com – Setelah dua tahun berlalu sejak banjir bandang melanda, Desa Adat Yehembang Kauh kembali menata sejumlah tempat yang terdampak, salah satunya setra. Lokasi tempat pangabenan yang berada di bantaran Sungai Yehembang kini kembali difungsikan.

Pada akhir 2022 lalu, kawasan setra yang berada di area terbuka di tepi alur sungai yang sempat rusak akibat genangan air banjir bandang dan mencapai ketinggian hampir dua meter.

Bendesa Adat Yehembang Kauh, I Putu Artha mengatakan banjir bandang kala itu tidak hanya merendam setra tetapi juga memutus jembatan Yehembang Kauh.

Baca juga:  Desa Adat Sala Gelar Karya Tawur Labuh Gentuh dan Ngenteg Linggih

Posisi setra desa yang berada lebih rendah dari jembatan terendam banjir. Beruntung sejumlah bangunan seperti Pura Prajapati dan toilet tidak mengalami kerusakan, meskipun sempat tergenang air hampir setinggi  dua meter.

Setelah bencana itu, setra dalam kondisi penuh lumpur dan dipenuhi pohon serta ranting yang terbawa arus. Proses pemulihan dilakukan menggunakan alat berat bersamaan dengan perbaikan jembatan Yehembang Kauh.

Kini, setelah penantian selama dua tahun, tempat tersebut kembali digunakan, termasuk untuk kegiatan besar seperti Pitra Yadnya kolektif.

Baca juga:  Umanis Galungan, Taman Ramah Anak Ramai Dikunjungi

Awal Agustus 2024, Desa Adat Yehembang Kauh menggelar upacara keagamaan Pitra Yadnya lan Atma Wedana. Upacara yang digelar di setra setempat dengan melibatkan empat desa adat di Yehembang Kauh.

Meskipun lokasi setra masih berada di daerah yang rentan banjir saat sungai Yehembang meluap, upaya perbaikan dan penataan yang telah dilakukan memberikan optimisme bagi masyarakat adat untuk terus menjaga dan memanfaatkan tempat ini sebagai bagian penting dari kegiatan keagamaan mereka. Saat ini, desa berharap adanya pengaturan alur sungai dan pembangunan senderan agar terhindar dari erosi.

Baca juga:  Bencana Pohon Tumbang di Marga, Bale Subak Rusak

Desa Adat Yehembang Kauh berdiri 10 Juli 1999 lalu.  Dengan jumlah krama sekitar 894 KK, tersebar di enam banjar adat di antaranya Banjar Adat Sekar Kejula, Banjar Adat Sekar Kejula Kelod, Sekar Jati, Mekarsari, Munduk Anggrek dan Banjar Adat Pangkung Telepus. Sebagian besar penduduk bergantung pada sektor pertanian dan perkebunan. (Surya Dharma/balipost)

Tonton selengkapnya di video

BAGIKAN