SINGARAJA, BALIPOST.com – Desa Adat Bulian, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng kembali melakukan tradisi mecaru sapi jantan bertepatan dengan Tilem Kapitu pada Selasa 28 Januari 2025.

Tradisi sakral ini terakhir dilaksanakan pada 45 tahun yang lalu dan diyakini mampu menjaga keseimbangan alam semesta. Tidak hanya di Desa Bulian, melainkan di Pulau Bali.

Mecaru sapi jantan ini berlangsung di Perempatan Puser Desa Adat Bulian yang diyakini sebagai pusat desa. Prosesi diawali dengan arak-arakan seekor sapi jantan berwarna hitam yang telah dihias dengan perlengkapan adat oleh krama setempat.

Baca juga:  Desa Adat Gianyar akan Gelar Upacara Tawur Agung Kasanga

Sapi ini kemudian diarak mengelilingi Desa Pulo Sekar yang merupakan nama lain Desa Bulian, sebelum digunakan sebagai sarana upacara atau caru. Dalam kepercayaan Hindu Bali, sapi hitam melambangkan Dewa Wisnu, dewa pemelihara keseimbangan dunia, baik secara sekala maupun niskala.

Pengerajeg Karya, Gede Suardana mengatakan ritual ini merupakan wujud rasa syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa serta sebagai bentuk pemeliharaan keharmonisan alam. Kegiatan ini dilakukan mengingat Desa Bulian sebagai desa tua, yang dulunya diyakini sebagai tempat berstananya para raja yang ada di Buleleng.

Baca juga:  Unair Temukan Varian Baru Coronavirus

Atas dasar itu, kegiatan pecaruan agung wajib dilaksanakan tepat pada tilem kapitu, yang diyakini sebagai tilem paling sakral dalam Agama Hindu. Pelaksanaanya pun harus di pusat desa dan di bawah pohon beringin. Keberadaan pohon beringin diyakini sebagai tempat kesuburan.

Lanjut Suardana, pacaruan ini minimal dilaksanakan setiap setahun sekali. Namun pacaruan agungnya juga wajib dilakukan maksimal selama 4 dekade. Ini harus dilaksanakan untuk kerahayuan jagat Bali dan juga untuk keseimbangan alam.

Baca juga:  Diguncang Gempa, Satu Rumah di Busungbiu Roboh

Upacara ini turut dihadiri Penglingsir Puri Agung Denpasar, Anak Agung Ngurah Wirabima, serta Penglingsir Puri Mas Tebeng Pemecutan, Anak Agung Wisnu Murti. Kehadiran mereka menunjukkan dukungan terhadap masyarakat Desa Bulian dalam melestarikan budaya leluhur.

Masyarakat setempat berharap, dengan dihidupkannya kembali upacara ini, keseimbangan alam dan keharmonisan desa dapat terus terjaga. Selain itu, mereka juga berharap tradisi ini tetap lestari dan diwariskan kepada generasi mendatang. (Nyoman Yudha/balipost)

Tonton selengkapnya di video

BAGIKAN