JAKARTA, BALIPOST.com – Perekonomian Indonesia mengalami deflasi 0,76 persen secara bulanan (mtm) maupun tahun kalender (ytd) pada Januari 2025.
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti di Jakarta, dilansir dari Kantor Berita Antara, melaporkan terjadi penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 106,80 pada Desember 2024 menjadi 105,99 pada Januari 2025.
Sementara inflasi tahunan mencapai 0,76 persen (yoy).
Amalia menyatakan program diskon tarif listrik menjadi penyebab utama deflasi bulanan yang tercatat pada Januari 2025 sebesar 0,76 persen (month to month).
Berdasarkan catatan BPS, tarif listrik mengalami deflasi sebesar 32,03 persen pada bulan lalu, dengan andil terhadap deflasi umum sebesar 1,47 persen.
“Deflasi ini terjadi akibat adanya diskon 50 persen bagi pelanggan dengan daya listrik sampai dengan 2200 VA di Januari 2025,” kata Amalia.
Dia menjelaskan, BPS turut memasukkan diskon tarif listrik dalam dalam perhitungan inflasi sebagaimana yang dipandu oleh Consumer Price Index Manual. Indeks ini menjadi acuan bagi seluruh kantor statistik di dunia, termasuk BPS dalam menghitung Indeks Harga Konsumen (IHK).
Diskon atau harga penawaran khusus dicatat dalam perhitungan inflasi jika kualitas barang atau jasa sama dengan kondisi normal, kemudian harga diskon bisa didapatkan atau tersedia untuk banyak orang.
“Maka, diskon tarif listrik sebesar 50 persen juga tercatat dalam perhitungan inflasi yang dilakukan oleh BPS yang kami umumkan hari ini,” ujarnya.
Selain tarif listrik, komoditas lain yang juga memberikan andil besar terhadap deflasi adalah ketimun, tarif kereta api, dan tarif angkutan udara dengan deflasi sebesar 0,03 persen dan andil deflasi masing-masing 0,01 persen.
Sementara itu, sejumlah komoditas menyumbang andil inflasi, seperti cabai merah (0,19 persen) dan cabai rawit (0,17 persen). Kemudian, ikan segar, minyak goreng, dan bensin memberikan andil inflasi masing-masing 0,03 persen.
Secara komponen, deflasi pada Januari 2025 utamanya didorong oleh komponen harga diatur pemerintah (administered price) yang mengalami deflasi 7,38 persen dengan andil 1,44 persen. Komoditas penyumbang dalam komponen ini adalah tarif listrik, tarif angkutan udara, dan tarif kereta api.
Sedangkan komponen harga bergejolak (volatile food) dan komponen inti (core inflation) mengalami inflasi.
Komponen harga bergejolak mencatatkan inflasi 2,95 persen dengan andil 0,48 persen. Komoditas yang berperan di antaranya cabai merah, cabai rawit, dan daging ayam ras.
Adapun komponen inti mengalami inflasi 0,30 persen dengan andil 0,20 persen. Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi di antaranya minyak goreng, emas perhiasan, biaya sewa rumah, kopi bubuk, mobil, dan sepeda motor.
Dari segi wilayah, sebanyak 34 dari 38 provinsi Indonesia mengalami deflasi, sedangkan 4 lainnya mengalami inflasi. Deflasi terdalam terjadi di Papua Barat sebesar 2,29 persen. Sementara itu, inflasi tertinggi terjadi di Kepulauan Riau sebesar 0,43 persen. (kmb/balipost)