DENPASAR, BALIPOST.com – Pelanggaran dalam penanganan perkara aset kripto tak bisa serta merta bebas atau lolos dari jeratan hukum. Hal tersebut ditegaskan langsung oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Prof. Asep Nana Mulyana, dalam rilis yang diterima, Senin (3/2).
Itu ditekankan dalam kegiatan pelatihan capacity building dan sertifikasi penanganan perkara aset kripto. Dalam pelatihan ini diharapkan para jaksa memiliki pemahaman dan keahlian yang lebih mendalam seputar mekanisme teknologi blockchain, transaksi aset kripto dan pola kejahatan kripto yang kian variatif.
Jaksa diharapkan memiliki kompetensi khusus dan kapasitas teknis untuk memahami mekanisme transaksi digital dan menelusuri aliran dana yang masuk di berbagai yurisdiksi.
Berdasarkan laporan internasional, kata Prof. Asep Nana Mulyana, Indonesia saat ini menempati peringkat ketiga dalam Indeks Adopsi Kripto Global 2024, dengan total transaksi mencapai USD 157,1 miliar. Perkembangan ini, menurut JAM-Pidum, mengakibatkan dua dampak, yakni peningkatan kesadaran masyarakat terkait inovasi digital, tetapi juga menimbulkan risiko penyalahgunaan teknologi.
JAM-Pidum menyorot adanya aliran dana ilegal melalui ekosistem kripto yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp1,3 triliun dalam kurun waktu setahun dengan memanfaatkan perangkat digital.
“Para pelaku semakin mahir melakukan penipuan investasi berbasis kripto yang merugikan negara kita, menggunakan perangkat digital seperti mixer dan tumbler untuk menghilangkan jejak transaksi, cross-chain bridging untuk memindahkan aset antar blockchain tanpa terdeteksi. Tidak cukup apabila kita hanya bertumpu pada metode konvensional untuk menyelesaikan perkara ini,” ungkap JAM-Pidum.
Pelatihan ini dirancang untuk melatih para jaksa menggunakan tools analisis blockchain dan memahami metode tracking aliran dana ilegal yang akan dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu tahap I pelatihan dasar pada 3 hingga 7 Februari 2025, meliputi fundamental kripto dan Chainanalysis R eactordan Tahap II pelatihan lanjutan pada akhir April 2025, meliputi Investigasi dan Penyitaan Aset Kripto.
“Kita akan menghadapi banyak kasus yang menuntut kolaborasi antar satuan kerja. Dengan pemahaman yang sama, tentu best practices dalam investigasi aset kripto perlu menjadi pengetahuan kolektif,” jelas JAM-Piduum.
Dia menambahkan, sejak berlakunya beberapa aturan seperti Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PSK) dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11 Tahun 2023 tentang Aset Kripto, pemerintah telah berupaya menciptakan ekosistem kripto yang tertib, aman, dan menguntungkan bagi perekonomian negara.
Dengan merespons perubahan regulasi secara tepat, mempelajari teknik investigasi yang efektif, menguasai teknologi blockchain, diharapkan kejaksaan dapat memastikan bahwa setiap pelanggaran hukum di sektor aset kripto tidak lolos dari jerat hukum. (Miasa/balipost)