NEGARA, BALIPOST.com – FS (27) pria penyebar foto tangkapan layar (screenshot) video telanjang seorang anak di bawah umur, dituntut pidana oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jembrana dengan UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Negara, terdakwa dituntut dengan pidana penjara selama 8 tahun serta denda sebesar Rp 250 juta. Selain itu juga tuntutan membayar restitusi sebesar Rp 11.859.570 untuk anak korban.
Terdakwa diketahui telah menyebarkan foto telanjang seorang anak di bawah umur yang masih duduk di bangku sekolah menengah melalui aplikasi WhatsApp pada 20 Juli 2024 lalu. Terdakwa mengirimkan foto tangkapan layar anak korban kepada teman anak korban yang tinggal di satu tempat di Melaya.
Tangkapan layar tersebut terdapat 5 video anak korban yang diantaranya dalam keadaan tanpa pakaian. Terdakwa mengirim foto tangkapan layar tersebut dengan format sekali liat agar tidak bisa dibuka lagi.
Terdakwa diketahui telah merekam video tanpa busana anak korban sejak 2019 saat mereka melakukan video call. FS dan anak korban kenal setelah berada satu asrama di salah satu tempat di Melaya.
Tanpa sepengetahuan korban, video call yang direkam terdakwa disimpan di ponselnya.
Sebelumnya, FS mencari keberadaan korban melalui media sosial TikTok dengan menggunakan nama samaran. Setelah mendapatkan nomor WhatsApp korban dari teman korban, terdakwa mengirimkan pesan yang berisi pengakuan bahwa FS memiliki rekaman video telanjang korban dan video korban sedang berhubungan badan dengan pacarnya.
Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Jembrana, I Wayan Adi Pranata, Senin (3/2) mengatakan terdakwa mengenal korban lima tahun lalu karena satu asrama dengan anak korban. JPU menuntut terdakwa melanggar Pasal 37 Jo. Pasal 11 Jo. Pasal 4 ayat (1) huruf d dan e Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Dengan pidana penjara selama 8 tahun serta denda sebesar Rp 250 juta.
“Pertimbangan JPU, perbuatan terdakwa menimbulkan keresahan dan membuat malu serta trauma bagi anak korban yang masih di bawah umur,” ujar Adi Pranata. (Surya Dharma/balipost)