Putu Wirata Dwikora. (BP/Dokumen)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Visualisasi Dewa Siwa sebagai latar pertunjukan musik DJ terjadi ditayangkan oleh salah satu tempat hiburan malam di Bali. Peristiwa tersebut diduga terjadi di sebuah tempat hiburan di Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Badung.

Video yang menggambarkan peristiwa tersebut ramai menyebar di media sosial. Hal ini membuat netizen, khususnya masyarakat Hindu di Bali resah lantaran simbol keagamaan mereka yang sangat disucikan dipergunakan tidak pada tempatnya.

Tim Hukum PHDI Bali yang diketuai Putu Wirata Dwikora merespons dengan menyomasi tempat hiburan tersebut melalui surat somasi terbuka, Minggu (2/2).

Baca juga:  Krama Bali Bisa Terpinggirkan Jika Dibuat ‘’New Singapore’’

Poin pertama, Tim Hukum PHDI Bali menyayangkan dan mengecam tindakan dan perbuatan siapa pun yang bertanggung jawab di “club terbesar” yang menggunakan simbol Dewa Siwa sebagai latar belakang dalam layar di tempat hiburan tersebut dimana pun berada. Karena bagi umat Hindu tindakan terrsebut merupakan pelecehan, penistaan dan penodaan terhadap keyakinan, karena bagi umat Hindu, Dewa Siwa adalah manifestasi Tuhan sebagai ‘’pamralina’’ yang sangat disucikan.

Poin kedua, PHDI Bali mendesak siapapun yang berada di balik perusahaan yang dalam status pemilik akun menyebutnya sebagai club terbesar untuk bertanggung jawab, baik secara hukum maupun pertanggungjawaban dari aspek-aspek sosial dan budaya, atas perbuatan menggunakan simbol Dewa Siwa sebagai latar belakang tayangan di tempat hiburan yang diduga sebagai klub hiburan dimanapun berada.

Baca juga:  Makin Masif, COVID-19 Hanya Perlu 4 Hari Menginfeksi 100 Ribu Orang di Dunia

Karena bagi umat Hindu, simbol Dewa Siwa adalah simbol keagamaan yang suci dan dipuja di tempat-tempat suci, seperti pura, dan bukanlah tempatnya menggunakan dan menampilkannya di tempat hiburan.

Poin ketiga, PHDI Bali mendesak aparat penegak hukum dari Kepolisian agar memberikan atensi yang serius  secara hukum dengan melakukan penyelidikan sebagaimana peraturan perundangan yang berlaku, dan pejabat penyelenggara negara lainnya, agar secara sungguh-sungguh memperhatikan potensi dampak sosial tersebut, karena secara hukum, perbuatan tersebut terindikasi telah memenuhi unsur penodaan agama. Sebagaimana dimaksud dalam pasal 156a KUHP.

Baca juga:  WN Iran Lakukan Pencurian Divonis 4 Bulan

Poin keempat, kepada pelaku yang berbuat agar paling lambat dalam waktu 7 x 24 menyampaikan klarifikasi dan permintaan maaf atas perbuatan yang dilakukan tersebut. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN