DENPASAR, BALIPOST.com – Sampah di Kota Denpasar masih menjadi masalah. Padahal Denpasar telah memiliki tata cara pengelolaan sampah serta lembaga lembaga pengelola sampah. Peran masyarakat sangat penting dalam penanganan sampah. Maka dari itu, Desa Adat Padangsambian membudayakan memilah sampah di rumah tangga.

Kepala Unit Pengelolaan Sampah TPS 3R Padangsambian, I Putu Apringga Erlambang mengatakan, masyarakat memilah sampah menjadi organik dan anorganik. Namun di TPS3R juga kembali dipilah menjadi organik dan anorganik sebelum sampah organik tersebut dicacah dan anorganik berupa botol plastik, dll dibawa ke pengepul atau pihak ketiga.

Baca juga:  Ombudsman RI Sebut PPDB Bali Bermasalah, Kadisdikpora Membantah

Sebagian warga juga memiliki teba modern, semacam lubang biopori untuk menampung sampah organik dan membusuk secara alami. Namun tidak banyak masyarakat yang memilikinya. Ia menegaskan TPS3R hanya mengelola sampah dengan cara menggunakan kembali, mengurangi timbulan sampah dan merecycle. Namun untuk mengubah bentuk sampah menjadi produk baru diolah di TPST. Misalnya mengubah sampah organik menjadi pelet.

Untuk mengelola sampah organik, TPS3R Padangsambian memiliki tiga mesin pencacah dengan kapasitas 500 kg sampai 1 ton per hari. Sementara volume sampah di Desa Adat Padangsambian mencapai 15 ton per hari. Di samping itu, tenaga pemilah sampah juga terbatas yang terdiri dari 6 tenaga dari DLHK dan 6 dari desa adat. Dengan keterbatasan tersebut, maka sisa sampah yang tidak terkelola, dibuang ke TPA Suwung.

Baca juga:  Program Dinas Sosial P3A Bali Mendukung Visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali”

Menurutnya, pemilahan sampah yang dilakukan di tingkat rumah tangga cukup baik, namun keterlambatan pengangkutan kerap menjadi kendala hingga mengakibatkan penumpukan.

Armada dari DLHK untuk pengangkutan ke Suwung.

Sehingga kalau ada masalah di Suwung, otomatis disini di TPS3R terkendala juga untuk pengangkutan sampahnya. (Citta Maya/balipost)

Tonton selengkapnya di video

BAGIKAN