Kepala LPD Intaran, terdakwa I Wayan Mudana (59), Kamis (13/2) mulai diadili di Pengadilan Tipikor Denpasar. (BP/asa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kepala LPD Intaran, terdakwa I Wayan Mudana (59), Kamis (13/2) mulai diadili di Pengadilan Tipikor Denpasar. JPU I Dewa Gede Semara Putra, Catur Rianita Dharmawati, I Ketut Kartika Widnyana dkk., di hadapan majelis hakim yang diketuai Putu Sudariasih dengan hakim anggota Gede Putra Astawa dan Nelson, silih berganti membacakan dakwaan dugaan korupsi yang merugikan keuangan LPD miliaran rupiah.

Diuraikan jaksa, bahwa terdakwa yang beralamat di Jalan Batur Sari, Sanur, Denpasar Selatan, tersebut diangkat berdasarkan SK Walikota Denpasar. Terdakwa diduga mengambil kebijakan mengajukan kredit atas nama terdakwa sendiri selaku Kepala LPD Desa Pakraman Intaran yang pengajuannya mengabaikan prosedur tanpa analisa kredit, tanpa jaminan dan melewati batas maksimum pemberian kredit (BMPK) dalam mengelola agunan yang diambil alih milik nasabah.

Kemudian dana tersebut digunakan oleh terdakwa untuk pengambilalihan agunan dan digunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa. Dalam dakwaan JPU disebut bahwa Wayan Mudana telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya diri terdakwa yang merugikan keuangan negara C.q Keuangan LPD Desa Pakraman Intaran sebesar Rp 1.641.592.500
Modal pertama LPD tersebut dari Provinsi Bali sebesar Rp 2 juta, kemudian berkembang.

Baca juga:  Peralihan Musim, BPBD Bali Petakan Potensi Bencana

Yang mana LPD Desa Pakraman Intaran melakukan usaha simpanan tabungan, tabungan sukarela, tabungan program, deposito (simpanan berjangka), kredit modal kerja dan kredit konsumtif. Pada 2009 hingga 2022 LPD Desa Pakraman Intaran dipimpin oleh terdakwa Mudana.

Namun seiring waktu, nasabah LPD Desa Pakraman Intaran mengalami permasalahan keuangan yakni banyak nasabah yang tidak bisa membayar kredit dan juga ada proses peminjaman kredit yang tidak sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP). Terdakwa dengan kewenangannya juga diduga mengambil alih agunan milik nasabah terhadap kredit macet (tidak mampu membayar pokok dan bunga selama lebih dari satu tahun), sehingga terdakwa mengambil kebijakan untuk membuat dana talangan dengan mengajukan kredit atas nama pribadi terdakwa dengan tujuan pengambil alihan jaminan sebagai aset yang diambil alih (AYDA).

Baca juga:  Sanggar Seni Mudra Tampilkan Drama Gong "Katemu ring Tampak Siring" di PKB ke-45

Kebijakan terdakwa tidak mendapatkan persetujuan dari prajuru adat, pengawas LPD, melainkan hanya dilakukan atas kebijakan secara lisan dari Bendesa Adat Desa Pakraman Intaran. Terdakwa bahkan mengajukan kredit sendiri (dua kredit) pada 26 Maret 2014 dan 1 Juli 2016.

Ia disebut mengabaikan prosedur tanpa melalui bagian kredit, tidak ada dilakukan pengecekan nilai agunan dan survey. Periode 26 Maret 2014 sampai 26 Maret 2017 dengan plafon pinjaman sebesar Rp400.000.000 tanpa menggunakan agunan.

Periode 27 Maret 2014 sampai 29 Oktober 2018 terdakwa Mudana telah melakukan penarikan dana sejumlah Rp 3.420.679.167. sehingga terjadi tarikan dana melebihi plafon pinjaman.

Pada 30 Oktober 2018 dilakukan restrukturisasi dengan plafon kredit sebesar Rp 11 miliar dengan tujuan agar seimbang terhadap tarikan dana yang melebihi plafon pinjaman tersebut dengan menggunakan jaminan SHM nomor 04404 Desa Sanur Kauh, SHM di Desa Pering Gianyar. Dalam periode tanggal 30 Oktober 2018 sampai dengan tanggal 1 April 2019 terdakwa melakukan penarikan sejumlah Rp1 miliar.

Baca juga:  DPW Muki Bali Kompak Dukung Kepemimpinan Gubernur Koster

Pada April 2019 terhadap Akad Kedit nomor: 00059/KMK-00/03/2014 direkstrukturisasi sehingga plafon pinjaman menjadi Rp12 miliar dengan jaminan SHM di Desa Takmung, Klungkung. Namun, kata JPU dalam dakwaannya, penambahan jaminan tersebut sampai saat ini fisik SHM tidak pernah diberikan ke LPD Desa Pakraman Intaran.

Melainkan hanya administrasi saja dituliskan dalam akad kredit. Ada juga pinjaman Rp 5 miliar dan ditarik Rp6.040.378.526.

Hingga akhirnya, terdakwa beberapa kali merekstrukturisasi akad kredit. Dana itu ada digunakan terdakwa untuk bayar pada koperasi dan pembayaran deposito.

Serta keperluan lainnya. Berdasarkan Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan LPD Desa Pakraman Intaran Sanur Kauh Denpasar, perbuatan terdakwa I Wayan Mudana mengakibatkan kerugian keuangan negara/daerah Cq. LPD Desa Pakraman Intaran sebesar Rp1.641.592.500. (Miasa/balipost)

BAGIKAN