
DENPASAR, BALIPOST.com – Peraturan Gubernur Bali Nomor 25 Tahun 2020, dinilai kurang mengikat dan sanksi yang diterapkan belum cukup efektif dalam memberikan efek jera bagi pelaku penistaan agama. Bahkan, jumlah dugaan penistaan agama Hindu belakangan ini justru tambah marak.
Menurut Wakil Ketua I DPRD Bali, I Wayan Disel Astawa, pihaknya segera membahas rancangan peraturan daerah (perda) tentang Penistaan Agama. Disel mengakui, peraturan yang ada saat ini, yaitu Pergub Bali Nomor 25 Tahun 2020 kurang mengikat. Sanksi yang diterapkan juga belum cukup efektif.
Pergub tersebut hanya mengatur denda dan upacara pembersihan Guru Piduka bagi pelaku penistaan agama. Namun, sanksi pidana tidak bisa diterapkan dalam Pergub tersebut.
Politisi Partai Gerindra ini menjelaskan, kejadian di klub malam Atlas Beach Club, insiden kembang api di Finns Beach Club saat upacara Hindu, dan pemaksaan aktivitas non-Hindu saat Nyepi menjadi bukti perlunya peraturan yang lebih kuat dan tegas untuk mencegah kejadian serupa terjadi.
Menurutnya, Perda ini penting untuk memberikan kepastian hukum bagi investor di sektor pariwisata Bali, agar mereka tetap menghormati kaidah budaya dan agama setempat. Dengan adanya Perda ini, diharapkan tidak akan ada lagi kejadian serupa yang menodai simbol-simbol agama, baik Hindu maupun agama lainnya di Bali. Perda ini diharapkan mampu memberikan efek jera dan melindungi nilai-nilai agama dan budaya Bali.
Pihaknya juga menilai pembentukan Perda ini merupakan solusi jangka panjang untuk mengatasi masalah penistaan agama di Bali. Proses pembuatan Perda ini akan melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk tokoh agama dan masyarakat untuk memastikan Perda tersebut mengakomodasi kepentingan semua pihak.
Selain itu, Perda ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi pelaku usaha di sektor pariwisata Bali untuk lebih sensitif dan bertanggung jawab dalam menjalankan usahanya, dengan selalu menghormati nilai-nilai budaya dan agama setempat. Dengan demikian, Bali dapat tetap menjaga citranya sebagai destinasi wisata yang kaya akan budaya dan spiritualitas.
Ia berharap dengan adanya Perda ini dapat menciptakan iklim yang lebih harmonis dan toleran di tengah keberagaman agama dan budaya. Perda ini bukan hanya untuk menghukum pelaku penistaan agama, tetapi juga untuk mendidik dan mengingatkan semua pihak akan pentingnya saling menghormati dan menghargai perbedaan. (Ketut Winata/balipost)