
DENPASAR, BALIPOST.com – Lomba Drama Berbahasa Bali yang telah berlangsung selama tiga hari di Gedung Ksirarnawa, lingkungan Taman Budaya Bali, resmi berakhir pada Senin (17/2). Lomba ini menjadi ajang kompetisi sekaligus wadah bagi generasi muda untuk melestarikan bahasa dan budaya Bali melalui seni peran.
Salah satu anggota dewan juri, Mas Ruscita Dewi menyampaikan tahun ini peserta menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam berbagai aspek. “Kalau tahun sekarang semua grup yang tampil sudah memainkan karakternya dengan bagus. Jadi, menilai mereka sulit-sulit gampang karena semuanya bermain dengan sangat baik,” ujarnya saat ditemui di Gedung Ksirarnawa, Denpasar.
Dari segi artistik, menurutnya, banyak yang jauh lebih menarik dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, ia menyoroti masih adanya kekurangan dalam aspek naskah yang menjadi dasar utama dalam pementasan teater.
Berbagai sekolah dari berbagai daerah di Bali turut berpartisipasi dalam lomba ini. Dua peserta, Ganendra (15) dan Arya (16) dari SMA Negeri 3 Denpasar, mengangkat tema “Hujat” yang mengisahkan tentang korupsi. “Tantangan dalam persiapan lomba ini ada di properti karena kami harus membagi waktu antara membuat properti dan latihan peran,” kata mereka.
Mereka berharap bisa meraih juara dan menghadirkan inovasi baru dalam pementasan drama berbahasa Bali.
Komang Arya Mardika atau akrab disapa Mang Ari dari SMA Negeri 1 Malaya, Jembrana, bersama timnya membawakan drama berjudul “Tungkalik”, yang menggambarkan fenomena penjualan tanah di Bali kepada investor luar. “Kami ingin mengingatkan bahwa kita harus lebih menyayangi warisan budaya kita dan menjaga tanah Bali agar tidak seluruhnya dimiliki oleh investor luar,” jelasnya. Ia juga menuturkan bahwa latihan mereka berlangsung selama dua bulan dengan persiapan properti yang matang.
Dari SMA Negeri 1 Abiansemal, Klarista Talia Diana Gayatri (15) dan timnya membawakan drama berjudul “Campah Ampah”, yang mengangkat kisah anak yang durhaka terhadap keluarganya. Klarista menuturkan bahwa proses latihan mereka berlangsung cukup lama hingga bisa benar-benar memahami karakter yang diperankan. “Yang terpenting bagi kami adalah pengalaman, juara hanyalah bonus dari kerja keras kami,” ungkapnya.
Ia berharap budaya Bali dapat terus dilestarikan meskipun zaman semakin canggih. (Andin Lyra/Agus Pradnyana/Wahyu Widya/Pande Paron/balipost)