
DENPASAR, BALIPOST.com – Efisiensi anggaran pemerintah yang salah satunya mengurangi belanja perjalanan dinas serta pengadaan seminar akan berdampak pada kegiatan Meeting, Incentives, Conventions, and Exhibitions (MICE). Bali sebagai destinasi wisata, yang kegiatan MICE menjadi salah satu sektor andalan juga dibayangi kekhawatiran. Bahkan bisa memicu PHK karyawan di sektor pariwisata.
Penasihat Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata atau Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) Bali, Ketut Ardana saat dikonfirmasi, Senin (17/2) mengatakan, dampak dari efisiensi anggaran tersebut pasti ada. Pelaksanaan MICE yang biasanya dilakukan di hotel selama ini memang menggunakan anggaran yang tidak sedikit. “Bagi travel agent yang biasa menangani itu tentunya juga terdampak,” katanya.
Ardana menegaskan di Bali anggota Asita sendiri sekitar 20 persen yang berkonsentrasi di sektor MICE. Jika sektor ini terdampak, tentu sebagian penghasilan mereka hilang. Para anggota harus bisa mencari pasar lain. Terutama menggenjot pasar internasional di tengah pasar domestik berkurang.
Namun, diakuinya langkah itu tidak mudah, karena membutuhkan biaya promosi yang besar. “Seperti ke India kita sharing booth (berbagi stan) saja harus bayar Rp27 juta. Belum tiket pesawat, hotel dan akomodasi lainnya,” ujar Ardana.
Demikian dia juga mengaku ketakutan jika efisiensi ini berujung pada PHK karyawan karena bisnis di sektor tersebut menurun. “Kami takut juga, semoga tak terjadi. Memang jika efisiensi di dalam negeri yang membuat kegiatan MICE menurun, kita harus beralih ke luar negeri. Namun itu memerlukan modal yang lebih juga,” terangnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Pengusaha Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, I Gusti Ngurah Suryawijaya mengatakan, berdasarkan pembahasan saat Rakernas PHRI di Bogor belum lama ini, efisiensi anggaran pelaksanaan meeting dari pemerintah dan kementerian memberi dampak hingga 10 persen di sektor perhotelan.
Menurutnya pembatalan pemesanan untuk kegiatan meeting yang rencananya dilakukan tahun ini juga banyak terjadi. Termasuk di Bali. Bali sendiri banyak hotel bintang 4 dan 5 yang bergantung pada pelaksanaan MICE ini. Kondisi ini tentu berdampak pada efisiensi yang dilakukan industri pariwisata termasuk berujung pada PHK. “Hotel yang mengandalkan meeting tentu akan melakukan efisiensi terutama pada departemen banquet,” katanya.
Menghadapi kondisi ini, Bali sendiri tentu harus beralih dari sebelumnya bertumpu ke kegiatan meeting, kini harus lebih fokus pada kegiatan liburan. Hal itu dapat tercapai melalui promosi dengan seluruh pasar. “Siapa yang promosi? Industri dengan pemerintah. Tapi anggaran ke Kemenparekraf juga dipotong. Ini dilematis, di satu sisi target kunjungan ditingkatkan, tapi anggaran dipotong,” imbuhnya. (Widiastuti/bisnisbali)