
DENPASAR, BALIPOST.com – Para siswa dari berbagai SMA di Bali menunjukkan antusiasme tinggi dalam mengikuti lomba debat Bahasa Bali. Acara ini tidak hanya menjadi ajang kompetisi, tetapi juga upaya melestarikan bahasa dan budaya Bali di kalangan generasi muda.
Menurut juri utama dalam lomba ini, I Gusti Lanang Subagia lomba debat dalam rangka Bulan Bahasa Bali yang ke-7 ini mengalami perkembangan signifikan setiap tahunnya. “Saya melihat peningkatan yang sangat baik, baik dari jumlah peserta maupun kualitas debat. Tahun ini, semua kabupaten/kota di Bali mengirimkan perwakilan, berbeda dengan tahun sebelumnya yang hanya diikuti oleh delapan kabupaten, dan dua tahun lalu hanya tujuh,” ujarnya di Taman Budaya Art Center, Selasa (18/2).
Ia juga menyoroti peningkatan kualitas peserta. “Dulu ada ketimpangan antara pembicara satu, dua, dan tiga dalam satu tim. Sekarang mereka sudah lebih kompak, saling mendukung, dan kualitas argumen mereka lebih seimbang,” tambahnya.
Antusiasme peserta juga disebutnya sangat tinggi. “Jika sebelumnya peserta cenderung hanya membaca catatan sendiri tanpa benar-benar menyimak lawan bicara, kini mereka sudah mampu menyampaikan tanggapan yang lebih dinamis, baik dari tim pro maupun tim kontra. Ini menunjukkan perkembangan yang positif,” katanya.
Salah satu peserta, Wesata Putra (17) dari SMA Negeri 2 Denpasar, berbagi pengalamannya. “Tahun sebelumnya saya pernah mengikuti debat bahasa Bali dengan tim yang berbeda, namun belum berhasil meraih juara. Kali ini, saya kembali berpartisipasi karena memiliki minat di bidang bahasa Bali dan mendapatkan arahan dari guru untuk ikut serta,” ujarnya.
Debat ini sendiri berlangsung dengan tahapan seleksi dari tingkat kota terlebih dahulu. “Di Denpasar, lomba tingkat kota berlangsung sekitar seminggu yang lalu, dan kami telah mempersiapkan diri kurang lebih selama satu bulan,” tambah Wesata.
Ia berharap lebih banyak kegiatan seperti ini diselenggarakan, baik oleh pemerintah maupun komunitas desa dan banjar, untuk membangkitkan jiwa intelektual generasi muda Bali.
Dari SMA Bali Mandara, dua peserta lainnya, I Dewa Ayu Bintang Purnami dan Ni Luh Putu Riska Dewi Setyawati, juga berbagi pengalaman mereka dalam lomba ini.
“Ini merupakan pengalaman pertama kami mengikuti debat dengan bahasa Bali halus. Sebelumnya, kami pernah mengikuti debat bahasa Indonesia, namun debat dalam bahasa Bali memiliki tantangan tersendiri,” kata Ayu.
Persiapan mereka dimulai sejak pertengahan Januari, dengan fokus pada penguasaan anggah-ungguhing basa (tingkatan bahasa Bali). “Dalam debat ini, kami harus menggunakan bahasa yang baku dan halus, tidak boleh menggunakan bahasa andap (kasar). Ini menjadi tantangan tersendiri bagi kami untuk mempelajari ulang dan memilah data ini,” ungkap Ayu.
Sebagai juri, I Gusti Lanang Subagia juga memberikan pesan kepada para peserta. “Saya merasa bangga dengan semangat mereka. Apapun bentuk mosi yang diberikan, mereka harus tetap berusaha mempertahankan argumen mereka, baik sebagai tim pro maupun kontra. Yang dinilai bukan hanya kebenaran argumen, tetapi juga kemampuan mereka dalam berbahasa Bali. Lomba ini merupakan salah satu cara untuk melestarikan bahasa Bali, dan saya berharap kegiatan seperti ini terus dilestarikan dan dikembangkan,” tutupnya. (Andin Lyra/Pande Paron/balipost)