
DENPASAR, BALIPOST.com – Pelestarian aksara dan sastra Bali sebagai bagian dari warisan budaya sangat penting dilakukan. Hal ini disampaikan Prof. Made Surada, Guru Besar Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar, Rabu (19/2).
Surada yang ditemui di sela-sela menjadi juri dalam lomba Ngwacen Lontar serangkaian Bulan Bahasa Bali 2025 ini menyampaikan Bali sangat beruntung karena memiliki warisan bahasa, aksara, dan sastra yang tertulis dalam lontar.
“Kita di Bali sangat beruntung karena memiliki warisan bahasa, aksara, dan sastra yang tertulis dalam lontar. Oleh karena itu, kita wajib meneruskan warisan ini kepada generasi mendatang,” tegasnya.
Lomba yang diikuti oleh perwakilan dari sembilan kabupaten/kota di Bali ini menjadi salah satu contoh nyata dalam melestarikan aksara dan sastra Bali. Ia menilai kompetisi ini menunjukkan peningkatan kualitas dari tahun ke tahun. “Para peserta, yang mayoritas masih remaja, telah mempersiapkan diri dengan baik meskipun lontar yang mereka baca baru mereka kenal pada saat lomba. Saya sangat mengapresiasi semangat mereka,” ujarnya saat ditemui di Gedung Ksirarnawa.
Ia memaparkan lomba ini dinilai berdasarkan lima kriteria utama : keutuhan bacaan, ketepatan, intonasi, penampilan, dan kemampuan menyimak. “Dari segi penampilan, rata-rata peserta sudah menunjukkan standar yang baik. Namun, mereka masih menghadapi kendala dalam menyimak dan memahami keutuhan teks, terutama karena materi yang diangkat tahun ini cukup sulit,” tambahnya.
Teks lontar yang dibaca dalam lomba tahun ini membahas konsep teologi Hindu serta hubungan antara pura-pura penting di Bali, seperti Pura Sad Kahyangan dan Pura Besakih. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi peserta yang belum terlalu mengenal istilah-istilah tersebut.
Surada berharap agar ke depan materi lontar yang diberikan lebih sesuai dengan usia peserta agar mereka lebih mudah memahami isi teks. “Lontar yang dipilih hendaknya lebih familiar bagi peserta, sehingga mereka dapat membacanya dengan lebih lancar dan memahami maknanya lebih baik,” sarannya.
Salah satu peserta, I Putu Bagus Sudiana Setiawan (16), siswa SMA Negeri 1 Tabanan, menyampaikan ketertarikannya dalam lomba ini. “Saya mengikuti lomba karena lontar adalah warisan leluhur yang sangat berharga. Saya ingin memahami isi teks lontar lebih dalam,” katanya.
Ia berlatih selama kurang lebih satu minggu sebelum lomba. Diakuinya bentuk aksara lontar yang bervariasi menjadi tantangan tersendiri.
Peserta lainnya, Ni Kadek Nita Wandayani (16), dari SMA Negeri 1 Mengwi, juga membagikan pengalamannya. “Saya tertarik membaca lontar karena penasaran dengan cara menulis dan membaca aksara Bali. Saya berlatih selama seminggu lebih setelah memenangkan lomba di tingkat kabupaten,” ungkapnya.
Ia juga menambahkan bahwa perbedaan karakter tulisan antarpenulis lontar menjadi salah satu kesulitan dalam membaca aksara dengan tepat. (Agus Pradnyana/Pande Paron/balipost)