
DENPASAR, BALIPOST.com – Lomba Sambrama Wacana yang diadakan dalam rangkaian Bulan Bahasa Bali 2025 melibatkan perwakilan dari sembilan kabupaten/kota di Bali, yang sebelumnya telah menjadi juara di masing-masing wilayah.
Lomba ini tidak hanya menjadi ajang untuk menunjukkan keterampilan berbicara, tetapi juga untuk menguji pemahaman peserta terhadap istilah-istilah dresta Bali yang terus berkembang.
Salah satu dewan juri, Nengah Midra menyatakan ada peningkatan yang signifikan dalam pemahaman para peserta, terutama dari kalangan prajuru desa adat. “Nah kalau kita cermati dari tampilan mereka, materi mereka, itu memang sudah ada peningkatan lah dari awal awalnya. Karena terus saja kalau kegiatan kegiatan budaya semacam ini, kalau tidak dipahami bagaimana kehidupan dalam Masyarakat maka sulit untuk mengemukakan kedalam praktek berpidato,” ujar Midra saat ditemui di Kalangan Ayodya Art Centre, Kamis (20/2).
Namun, Midra juga menyoroti beberapa aspek yang masih perlu diperbaiki, seperti sikap atau tetangenan dan pemilihan kata dalam berpidato. Menurutnya, ini adalah bagian dari tradisi Bali yang harus lebih diperhatikan oleh para peserta di masa depan.
Salah satu peserta dari Kabupaten Jembrana, I Ketut Suarta, mengungkapkan meskipun ini adalah pertama kalinya mengikuti lomba, ia merasa ajang ini memberikan pemahaman yang mendalam tentang konsep Jagat Kerthi Jagra Hita Samasta. “Kita sebagai orang Bali ini harus mampu dan mau bertanggung jawab atas apapun program yang dilaksanakan oleh pemerintah itu, nah sehingga kita sebagai orang bali bagaimana kita mengupayakan supaya apa yang menjadi dasar dari program ini bisa terlaksana,” ungkapnya.
Suarta juga menyampaikan tantangan terbesar dalam lomba ini adalah mengatasi rasa grogi ketika berbicara di depan audiens yang besar. Meski sudah berlatih keras, ia mengaku masih merasa gugup. “Jujur saja semuanya hafal sebenarnya, tetapi karena rasa grogi jadinya banyak yang terlupakan,” tambahnya.
Sementara itu, peserta dari Kabupaten Tabanan, I Nengah Sandiana, juga berbagi pengalaman serupa. “Ini adalah pengalaman saya yang pertama dan menjadi guru yang sangat baik sekali untuk kedepannya, saya bisa berbenah, mampu memberikan yang terbaik sebagai wali atau duta tabanan,” ujarnya.
Sandiana juga mengakui bahwa tema yang diangkat dalam lomba ini sangat dalam dan penuh makna. (Agus Pradnyana/Andin Lyra/balipost)