
DENPASAR, BALIPOST.com – Film “Rahasia Rasa” menggelar gala premiere di Bali pada 15 Februari 2025. Undangan yang hadir dalam premiere itu menilai karya sutradara Hanung Bramantyo tersebut sangat bagus dan mampu menyajikan kisah yang unik dan menegangkan.
Mereka yang hadir dalam gala premiere ini, antara lain Gubernur Bali, Wayan Koster dan istrinya, Ny. Ni Putu Suastini Koster, anggota DPR RI yang juga ayah dari Arsa Linggih, Sumarjaya Linggih, dan Konsul Kehormatan Malaysia di Bali, Panudiana Kuhn.
Arsa Linggih, produser film ini, menyampaikan harapannya agar Rahasia Rasa bisa membawa warna baru dalam perfilman Indonesia. Ia berterima kasih pada undangan yang hadir dan berharap film ini dapat diterima dengan baik saat mulai tayang pada 20 Februari 2025.
Terinspirasi dari buku makanan asli warisan Bung Karno, film “Rahasia Rasa” ini menyajikan cerita drama fiksi berbalut konspirasi yang menegangkan.
Dikutip dari Kantor Berita Antara, film ini memulai langkah unik dengan menjadikan buku resep asli warisan Bung Karno “Mustika Rasa” sebagai ide cerita.
Dari situ dibangun alur kisah yang berpusat pada tokoh bernama Ressa, seorang chef muda yang sukses membesarkan restoran Italia di Jakarta itu, Di balik kesuksesannya, Ressa menyimpan luka masa lalu yang membuatnya merasa asing dengan identitasnya sebagai keturunan Indonesia.
Ia memiliki ingatan yang samar tentang ayahnya yang berdarah Italia dan ibunya yang asli Indonesia. Ingatannya yang tidak banyak bersama sang ibu, membuat Ressa merasa mual setiap kali harus berkutat dengan bumbu rempah-rempah khas Indonesia.
Namun kekasihnya, Dinda, malah menambah beban emosionalnya. Suatu hari, ayah Dinda menantangnya untuk memasukkan terasi ke dalam menu hidangan restoran Italia. Ressa merasa tidak nyaman dengan ide ini, merasa hal itu akan mengkhianati identitas Italia yang selama ini ia pegang. Namun, takdir berkata lain.
Ressa justru terdorong untuk melakukan eksplorasi ke tempat di mana ia dahulu dibesarkan, sebuah desa di Magelang. Di sana, ia bertemu dengan Tika, seorang wanita pewaris rumah makan populer milik Mbah Wongso yang ternyata memiliki hubungan dengan masa lalunya.
Melalui Tika dan orang-orang yang ditemuinya, Ressa mulai memahami lebih baik tentang masa lalunya dan tentang identitasnya sebagai orang Indonesia. Ia belajar tentang pentingnya mempertahankan warisan budaya dan tradisi, termasuk melalui kuliner.
Perjalanan ini mengubah pandangan Ressa. Ia mulai menerima identitasnya yang unik, sebagai perpaduan antara Italia dan Indonesia. Pada akhirnya, Ressa memutuskan untuk memasukkan menu Indonesia ke dalam restorannya, bukan sebagai pengkhianatan, tetapi sebagai bentuk penghargaan terhadap akar budayanya.
Hanung Bramantyo, sang sutradara, menekankan bahwa film ini tidak hanya menampilkan visual makanan yang menggugah selera, tetapi juga menyampaikan emosi mendalam melalui setiap hidangan. Hanung mengatakan, “makanan bukan sekadar sesuatu yang kita santap, tetapi juga tentang memori, perasaan, dan sejarah.”
Hanung menambahkan, seperti yang sudah dibahas sebelumnya bahwa memang film ini terinspirasi dari buku “Mustika Rasa”. Di mana pada 1964, Soekarno dan istrinya, Hartini, meluncurkan proyek ambisius untuk mengumpulkan resep masakan Nusantara. Resep yang dikumpulkan dalam buku ini telah diuji mengenai rasa dan cara membuatnya sehingga jika diikuti dengan saksama akan menghasilkan hidangan yang bermanfaat.
Ada dua aktor senior yang ikut berperan di film ini yaitu Slamet Rahardjo (Subroto), dan Yati Surachman (Mbah Wongso). Selain itu juga dibintangi oleh Valerie Thomas (Dinda) dan Ciccio Manassero (Alex). (kmb/balipost)