Ketua BSWA I Gde Nyoman Indra Prabawa (tengah) didampingi Ketua Yayasan Bali Spa Feny Sri Sulistiawati (kanan) menyampaikan harapan terkait besaran pajak yang dikenakan pemda pascaputusan MK, Rabu (19/2). (BP/may)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pascaputusan MK yang dibacakan pada 3 Januari 2025 terkait gugatan uji materi terhadap sejumlah pasal pada UU Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), industri wellness and spa bermafas lega. Dalam putusan MK, keduanya dikeluarkan dari kategori hiburan.

Namun, menurut Ketua Bali Spa and Wellness Association (BSWA), I Gde Nyoman Indra Prabawa, masih ada ganjalan karena putusan MK tersebut tidak menyebut besaran pajaknya, karena dikembalikan ke masing-masing Pemda.

Didampingi Ketua Yayasan Bali Spa Feny Sri Sulistiawati, Rabu (19/12) Indra berharap, besaran pajak yang dikenakan Bapenda atau Dispenda tidak lebih dari 15 persen. Ideal pajak menurutnya 10 persen agar daya saing industri ini tetap terjaga.

Baca juga:  COVID-19, Sejutaan Naker di Bali Diprediksi Alami Penurunan Kesejahteraan

Meski pajak dikenakan ke konsumen, tidak ke pelaku usaha, namun pajak yang tinggi dikhawatirkan berdampak pada permintaan yang menurun, sehingga menurutnya insentif pajak sangat diperlukan pelaku usaha.

“Pada Februari 2024, masing-masing kepala daerah mengeluarkan Peraturan baik Perbup atau Perwali. Mereka diberikan kewenangan untuk mengambil kebijakan tertentu. Hampir seluruh kabupaten dan kota di Bali menyepakati untuk memberikan besaran pajak sesuai yang berlaku saat itu,” ujarnya.

Besaran pajak yang dikenakan ke industri spa dan wellness bervariasi. Rata-rata kabupaten /kota mengenakan pajak 15 persen kecuali Tabanan mengenakan pajak 30 persen. Setelah ada putusan MK, BSWA mengajukan permohonan ke masing-masing kabupaten/kota untuk meminta ketetapan pajak agar pelaku usaha mendapat kepastian.

Baca juga:  Ini, Alasannya Bali Dipilih Jadi Lokasi Simulasi Penyuntikan Vaksin COVID-19

Beberapa pemda sudah merespons surat tersebut dengan memberikan pengurangan pajak. Di antaranya, Gianyar mengenakan pajak pada industri wellness dan spa 12,5 persen, Badung 15 persen, Denpasar 10 persen, Buleleng 10 persen, Bangli 15 persen, Jembrana, Karangasem dan Klungkung 10 persen, “Tapi cuma satu kabupaten Tabanan yang kita akan negosiasi agar pengenaan pajaknya disesuaikan lagi,” ujarnya,

Jumlah industri spa di Bali mencapai 2.284. Jika dilihat sebaran usaha wellness dan spa, terbanyak ada di Kabupaten Badung sebanyak 858, Klungkung 304, Denpasar 302, Gianyar 267, Karangasem 184, Buleleng 160, Tabanan 112, Bangli 57, dan Negara 40.

Ia berharap Pemda tidak mengenakan pajak lebih dari 15 persen mengingat kontribusi industri spa cukup besar terhadap perekonomian daerah. “Kalau 30 persen masih cukup tinggi, harapan kita 10 sampai 15 persen,” imbuhnya.

Baca juga:  Kebijakan Relaksasi Pajak Pemprov Bali Dapat Respons Positif

Kepala Bapenda Denpasar IGN Eddy Mulya dikonfirmasi terkait harapan pelaku industri ini mengatakan, besaran pajak sesuai Perwali nomor 2 tahun 2024 tentang Pemberian Insentif Fiskal Kepada Pelaku Usaha Hiburan Diskotek, Karaoke, Kelab Malam, Bar, dan Mandi Uap atau Spa. Pemberian insentif ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah, menciptakan lapangan kerja, mendorong meningkatnya investasi, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

“Kalau spa yang bersifat hiburan 15 persen, kalau untuk kesehatan atau wellness 10 persen,” jelasnya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN