
DENPASAR, BALIPOST.com – Hujan deras dengan intensitas tinggi yang terjadi pada Selasa (25/2) sejak pukul 14.00 hingga pukul 15.00 telah membuat banjir di beberapa titik di Kota Denpasar. Utamanya di sekitar Jalan Hayam Wuruk, Kecubung, Plawa, Kantor Dinas Kebudayaan Kota Denpasar pun tak luput dari genangan air setinggi kaki. Genangan air juga masuk hingga ke Ksirarnawa, Art Center.
Di Jalan Hayam Wuruk, lalu lintas sempat lumpuh karena banyak pengendara motor dan mobil memilih berhenti, menunggu air surut. Namun, tak sedikit kendaraan yang menerobos. Alhasil banyak kendaraan mogok. Bahkan sungai kecil di depan galeri Krisna hampir meluap.
Mengamati kondisi kota itu, pengamat tata ruang Prof. Putu Rumawan Salain, Rabu (26/2) mengatakan, permukiman di Denpasar semakin padat mencapai 60 persen dari tata ruang kota. Sementara ruang terbuka hijau hanya 40 persen. Menurutnya persentase ini sangat maksimal sehingga berdampak pada serapan air hujan ke tanah.
Rumawan mengatakan, Denpasar dalam rancangan kotanya telah mencapai hampir 60 persen terbangun, 40 persen ruang terbukanya. Itu sudah maksimal sekali, semestinya 40 persen terbangun, 60 persen terbuka. “Kondisi Denpasar mendekati 60 persen, sehingga wilayahnya padat. Ketika padat, penggunaan halaman rumah banyak menggunakan perkerasan, itu yang menyebabkan serapan air ke tanah menjadi lambat dan sedikit, itu yang menjadi penyebab banjir,” ujar akademisi dari Universitas Warmadewa ini.
Penyebab lainnya, banyak fungsi pertokoan, kedai, warung, yang mana atapnya ditambah dari bangunan asli sehingga kucuran air hujan langsung jatuh ke jalan, menyebabkan genangan air.
Sementara Denpasar baru saja melakukan perbaikan drainase. Tahun 2025, ada 54 titik saluran drainase yang diperbaiki dengan anggaran Rp50 miliar. “Kalau kita lihat drainase yang ada, sistem drainase perlu dilihat dari hulu ke hilir, dari cabang ke ranting, dll. mestinya menyambung. Yang baru diperbaiki oleh Pemkot Denpasar itu kan baru beberapa garis, titik saja. Sehingga di satu titik salurannya lancar, sementara di titik yang belum diperbaiki, terhambat sehingga menjadi banjir,” bebernya.
Untuk memperbaiki seluruh saluran drainase secara menyeluruh, kemampuan pemerintah belum ada. Tapi upaya yang dilakukan untuk menekan kebanjiran dan estetika kota, di samping fungsi-fungsi yang ada di sekitarnya agar lebih rapi seperti di Jalan Surapati, Patimura. “Apalagi di Jalan Nangka ke utara, kalau belum juga dikerjakan, maka akan menjad limpahan air ke selatan,” imbuhnya.
Menurutnya, titik yang kerap mengalami banjir seperti Art Center terjadi karena dilewati sungai. Di titik Jalan WR. Supratman, juga telah terjadi penyempitan ke arah sungai dan beberapa di antaranya sudah dipadati oleh bangunan.
Menurutnya Daerah Aliran Sungai (DAS) mestinya jangan dimanfaatkan sebagai bangunan karena dikhawatirkan, di samping sungai mendangkal juga menyempit. “Otomatis, air yang datang dari arah tinggi di utara, Bedugul, Mengwi, Peguyangan, sampai tembus di Art Center, Kelandis, pasti akan kena dampaknya,” bebernya.
Selain itu drainase yang ada, belum terkoneksi dengan baik karena mestinya drainase itu menyalurkan air yang ada di halaman rumah, dan dari jalan. Sehingga pihak terkait perlu pengawasan ulang.
Dari pengamatannya, drainase yang ada di selatan Art Center, selatan Kelandis terutama di depan RS BROS, drainasenya dipadati tanah dan tanaman. Jika drainase tersebut tidak lancar, maka tidak akan mampu menarik air dari hulunya. Dampaknya air terhambat dan tergenang. “Jadi provinsi dan kota, ayolah bersama-sama membersihkan jalur-jalur itu, biar tidak sampai banjir. Jika di Renon tidak dibersihkan, maka air dari utara tidak mengalir,” ungkapnya.
Selain drainase, sungai harus juga menjadi perhatian baik dari sampah maupun endapan lumpur. Tanaman perindang jalan juga rendaknya menjadi perhatian. Pohon perindang saat ini banyak ditebang, akarnya merusak struktur drainase. Maka perlu dipilih pohon yang akarnya tidak merusak seperti pohon asem seperti zaman kolonial. (Citta Maya/balipost)