
DENPASAR, BALIPOST.com – Dalam pelaksanaan DTIKFEST 2025 yang dibuka Kamis (27/2), digelar Parade Ngelawar, yang diselenggarakan oleh Pasikian Yowana Kota Denpasar bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan Kota Denpasar. Acara yang digelar di Taman Kota Denpasar, Lumintang, diikuti oleh 20 peserta dari sekaa taruna di Kota Denpasar.
Menurut salah satu panitia, I Gede Yogi Pramana (33), parade ini bertujuan untuk mengenalkan dan meregenerasi budaya ngelawar kepada generasi muda.
“Di Bali, budaya kuliner sangat kental, salah satunya adalah lawar. Pelestarian ini tidak bisa hanya dilakukan oleh orang tua, tetapi juga harus dimulai dari usia muda. Oleh karena itu, sekaa taruna kami libatkan dalam ajang ini agar mereka bisa memahami dan menjaga tradisi kuliner Bali,” ujar Yogi saat ditemui di Gedung Dharma Negara Alaya.
Dalam parade ini, tidak ada aturan khusus terkait jenis lawar yang harus dibuat, tetapi peserta diwajibkan menggunakan bahan dasar babi, mengingat lawar babi merupakan salah satu kuliner khas Bali. Selain untuk lomba, setiap peserta juga menyediakan satu sajian lawar yang dapat dinikmati oleh masyarakat yang hadir dalam perayaan HUT Kota Denpasar.
Salah satu peserta Parade Lawar, Wahyu (25) dari Padangsambian, mengatakan timnya menyiapkan dua jenis lawar, yakni lawar babi merah dan lawar putih. Ia mengaku persiapannya cukup mendadak, namun tetap antusias mengikuti lomba.
“Persiapan khusus sebenarnya tidak ada karena saya baru dihubungi panitia dua hari sebelum acara. Tapi saya sangat senang bisa ikut serta dalam parade ini. Semoga ke depannya acara ini tetap berlanjut dengan jumlah peserta yang lebih banyak,” ujarnya.
Sementara itu, Kadek Yoga Febri (25), peserta dari Yowana Dharma Laksana, Br. Meranggi, Kesiman Petilan, juga menunjukkan antusiasme tinggi dalam mengikuti parade ini. Timnya menyajikan lawar merah berbahan dasar babi dan lawar putih berbahan dasar ayam.
“Kami sangat bangga bisa mengikuti parade ini karena ini adalah warisan budaya dari leluhur yang harus kita lestarikan. Dengan adanya lomba seperti ini, kita bisa terus menjaga dan mengembangkan tradisi ngelawar agar tetap hidup di kalangan anak muda,” ungkapnya.
Selain sebagai ajang kompetisi, parade ngelawar ini juga memiliki makna filosofis mendalam, terutama dalam hal kebersamaan dan gotong royong.
“Ngelawar tidak bisa dilakukan sendiri. Ada yang ngerames (memotong daging), ada yang membuat bumbu. Ini mencerminkan pentingnya kebersamaan, terutama di kalangan sekaa taruna. Harapan kami, parade ini bisa terus berjalan dan semakin mempererat persatuan generasi muda, Dengan adanya dukungan dari pemerintah dan partisipasi aktif dari generasi muda, tradisi ngelawar di Bali diharapkan tetap lestari” tambah Yogi. (Agus Pradnyana/balipost)