
DENPASAR, BALIPOST.com – Seorang pria tampak sibuk menekuri ponsel pintarnya saat berdiri di depan sebuah mesin yang bertuliskan tarik/setor tunai di salah satu gerai ATM milik BRI. Ia membuka aplikasi BRImo dan memilih fitur tarik/setor tunai. Setelah mengikuti langkah yang diminta, ia pun memperoleh kode akses sebanyak 6 digit dengan masa penggunaan selama 5 menit.
Ia pun kemudian beralih ke mesin cash deposit money/cash recycled money (CDM/CRM) yang ada di depannya dan memilih menu “Setor Tunai Tanpa Kartu” dan memasukkan kode akses 6 digit yang sudah diperolehnya. Mesin kemudian meminta nomor handphone yang didaftarkan untuk penggunaan aplikasi BRImo. Setelah informasi yang diisi sesuai, mesin akan membuka baki untuk meletakkan uang tunai, berupa uang pecahan Rp 50.000 atau Rp 100.000.
Mesin CRM akan mulai menghitung uang yang disetor. Kemudian akan ada konfirmasi kembali terkait jumlah yang disetor. Setelah memilih “setor”, uang akan masuk ke tabungan.

Sejurus kemudian terdengar bunyi notifikasi di aplikasi BRImo-nya yang memberitahukan adanya dana masuk ke rekeningnya sejumlah yang disetor tersebut. Ia pun kemudian mengambil struk yang berisi rincian transaksi setor tunai-nya.
Ditanya terkait aktivitasnya melakukan setor tunai ini, Gusti Ngurah Paramarta, nama pria itu, mengaku sudah cukup sering melakukannya. Bahkan, kini ia tak lagi perlu antre berjam-jam di teller jika harus menabung. “Cukup ke mesin CDM atau CRM terdekat, dan setor tunai saja sendiri. Lebih gampang dan hemat waktu. Kalau ke teller kan saya harus antre dulu, apalagi jika mau nabungnya hari Senin. Antreannya bisa berjam-jam karena banyak juga yang ingin melakukan transaksi penyetoran,” ujar pria yang bekerja sebagai pegawai swasta ini.
Ia pun mengakui keberadaan layanan setor tunai lewat CRM maupun aplikasi makin memudahkan nasabah BRI untuk bertransaksi keuangan. Cuma, diakuinya, setor tunai ini punya kelemahan jika uang yang disetor dalam kondisi tidak rapi, terlipat, atau kusut.
Mesin CRM akan menolak untuk menghitung uang tersebut sehingga transaksi harus diulang kembali. “Kelemahannya saat uang yang disetor itu dalam kondisi tidak rapi atau kelipat ujungnya sedikit saja, mesin pasti menolak untuk menghitung. Jadi harus diambil lagi uangnya, dicek dan dirapikan dulu sehingga uang bisa tersetor. Itu saja sih yang kadang-kadang membuat kita harus agak lama bolak-balik untuk meminta akses setor tunai lewat BRImo dan kembali menyetorkan uangnya. Kalau lewat teller kan gak seperti itu,” ujarnya.

Senada disampaikan Ayu Agustini. Perempuan yang merupakan seorang pekerja swasta ini sering memanfaatkan setor tunai lewat CRM untuk keperluan kantor. Ia mengutarakan terkadang ada dana yang harus disetor pada saat teller sudah tutup sehingga penggunaan CRM dinilainya amat membantu.
Begitu juga, saat perbankan sedang cuti bersama sementara perusahaan swasta tetap beroperasi, Ayu pun menggunakan layanan ini agar operasional perusahaan bisa tetap berjalan. “Setor tunai paling sering saya gunakan untuk keperluan perusahaan jika perbankan cuti bersama atau di luar jadwal operasional teller. Sangat membantu banget. Jadi gak perlu nunggu besoknya untuk setor dana,” papar perempuan yang merupakan nasabah BRI ini.
Menilik dari dua pengalaman nasabah yang telah terbiasa menggunakan mesin CRM dan merasakan manfaatnya, keberadaan layanan digital ini memang mengubah tatanan masyarakat dalam bertransaksi keuangan. Namun, tak semua nasabah familiar dengan layanan setor tunai ini, seperti yang diakui Wayan Arsa.
Pria yang rutin menabung uang hasil usaha warungnya ini terkadang harus bolak-balik ke bank yang letaknya cukup jauh dari rumahnya. “Saya belum pernah mencoba setor tunai lewat ATM (CRM, red). Sepertinya agak rumit ya. Lebih baik saya antre di teller kalau mau setoran. Memang sih, harus menyisihkan waktu jika hendak menabung, terutama pada hari-hari tertentu. Tapi mau gimana lagi …,” kata pria asal Gianyar ini.
Regional CEO BRI Denpasar, Hery Noercahya, mengatakan BRI telah mengimplementasikan mesin CRM di Bali sejak 2015. Ini artinya, sudah satu dekade masyarakat Bali menikmati kemudahan dalam melakukan setor tunai ini.

Hery pun menjelaskan bahwa tak semua ATM masuk kategori setor tunai. “Mesin yang bisa melakukan Setor dan Tarik Tunai adalah mesin CRM sedangkan mesin ATM hanya bisa Tarik Tunai,” paparnya saat diwawancarai belum lama ini.
Ia pun mengatakan saat ini jumlah mesin CRM Bank BRI di Bali ada sebanyak 230 mesin yang tersebar di gallery e-Channel kantor Bank BRI (onsite) juga di luar kantor Bank BRI (offsite). Jumlah mesin CRM ini lebih sedikit dibandingkan jumlah ATM yang saat ini mencapai 243 unit.
Dipaparkannya, kegiatan setor tunai di mesin CRM bisa dilakukan dengan 2 cara yaitu memakai Kartu Debet Bank BRI ataupun melalui aplikasi mobile Bank BRI yaitu BRImo.
“Untuk limit setor tunai pada mesin CRM dengan memakai kartu debet dalam 1 hari disesuaikan dengan jenis tabungan yang dimiliki dan dipergunakan oleh nasabah, yakni Simpedes, Britama, mau pun Britama Bisnis. Sedangkan untuk limit setor tunai melalui aplikasi BRImo dalam 1 hari bisa diketahui pada menu BRImo,” paparnya.
Melansir dari situs www.bri.co.id, limit setor tunai per 6 Juli 2024 untuk BritAma Silver dan Simpedes GPN sebesar Rp50 juta, sedangkan BRI Black, BritAma X, dan BritAma Bisnis sebesar Rp300 juta. Sementara limit setor tunai via BRImo untuk semua jenis kartu debit BRI adalah Rp100 juta per transaksi dan Rp250 juta per hari.
Menurut Hery sejak diimplementasikannya mesin CRM di Bali dalam satu dekade ini, antrean nasabah di banking hall bisa dikurangi. Ia pun menyebut, keberadaan produk layanan berbasis elektronik ini memberikan efisiensi biaya, terutama bagi nasabah. Sebab, mereka tidak perlu jauh-jauh ke kantor Bank BRI dan mencari mesin CRM terdekat dengan rumah.
Data yang dilansir Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada Triwulan 2024 menyebutkan rata-rata tabungan orang Bali mencapai Rp 19,8 juta, tertinggi ke-3 se-Indonesia. Simpanan masyarakat Bali di perbankan mencapai Rp171,64 triliun, tumbuh 17 persen sehingga menempati urutan ke-7 terbanyak. Sedangkan rata-rata nominal simpanannya menempati posisi ke-3 tertinggi setelah Jakarta dan Riau yaitu sebesar Rp19,8 juta.
Hal ini pun diamini Kepala OJK Bali Kristrianti Puji Rahayu. Ia mengungkapkan minat masyarakat di Bali untuk menyimpan uangnya di bank juga terbilang tinggi dengan realisasi penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) pada 2024 mencapai Rp189,75 triliun atau tumbuh 13,85 persen dibandingkan 2023 yang mencapai Rp166,67 triliun.
Instrumen yang paling banyak digunakan menyimpan uangnya dalam bentuk tabungan dengan kenaikan nominal mencapai Rp12,84 triliun. “Dari kacamata bank akan semakin senang kalau tabungannya banyak karena dana murah,” sebut Kristrianti.
Dilihat dari kegunaannya, setor tunai ini sangat bermanfaat untuk mereka yang frekuensi menabungnya relatif tinggi, seperti pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah yang bergerak di sektor restoran, pedagang, maupun warung yang tiap hari memiliki pemasukan yang harus disetor. Lewat keberadaan layanan berbasis digital ini, para pelaku usaha tak lagi harus menyimpan uang dalam jumlah besar di toko maupun rumah karena rawan memicu tindakan kriminal. (Diah Dewi/balipost)