Gubernur Bali Wayan Koster menyampaikan sambutannya dalam sidang paripurna DPRD Bali, Selasa (4/3). (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Gubernur Bali, Wayan Koster menyampaikan pidato sambutan perdana sebagai Gubernur Bali periode 2025-2030 bersama Wakil Gubernur Bali, I Nyoman Giri Prasta pada Rapat Paripurna Istimewa ke-9 DPRD Provinsi Bali Masa Persidangan II Tahun 2024-2025, di Ruang Sidang Utama Kantor DPRD Provinsi Bali, Selasa (4/3).

Dihadapan Ketua dan para Wakil Ketua, serta seluruh anggota DPRD Provinsi Bali, Gubernur Koster menyampaikan program strategis 5 tahun ke depan dengan visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana Dalam Bali Era Baru untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat Bali.

Gubernur Koster menegaskan bahwa pembangunan Bali 5 tahun ke depan akan berlandaskan pada pesan luhur warisan nenek moyang, yang mengajarkan keseimbangan antara alam, manusia, dan budaya. Koster menekankan bahwa keberhasilan Pilkada 2024 adalah bukti kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinannya yang berorientasi pada pembangunan berbasis kearifan lokal.

“Keberhasilan ini merupakan anugerah luar biasa dari Hyang Widhi Wasa, Ida Bhatara Sasuhunan, Ida Dalem Raja-raja Bali, Guru-guru Suci, Lelangit, dan Leluhur Bali. Oleh karena itu, pembangunan Bali tidak boleh keluar dari koridor wejangan leluhur yang telah diwariskan kepada kita,” tegas Koster.

Baca juga:  Pesisir Pantai Gianyar Habis Dibangun Villa

Koster menggarisbawahi filosofi Sad Kerthi sebagai fondasi pembangunan Bali, yang mencakup penyucian dan pemuliaan enam elemen utama kehidupan. Yakni, Atma Kerthi (jiwa), Segara Kerthi (laut), Danu Kerthi (air), Wana Kerthi (hutan), Jana Kerthi (manusia), dan Jagat Kerthi (alam semesta).

Ia mengutip Bhisama Lontar Batur Kelawasan yang berisi peringatan leluhur tentang pentingnya menjaga kelestarian gunung, laut, dan keseimbangan alam. Menurutnya, jika prinsip ini diabaikan, Bali akan menghadapi ancaman serius seperti kerusakan lingkungan, degradasi budaya, dan ketimpangan ekonomi yang semakin tajam.

“Jangan sekali-kali kita hidup dengan merusak alam. Jika tidak mematuhi, kita akan terkena kutukan: pangan dan air langka, umur pendek, penyakit merajalela, dan perpecahan di antara sesama,” ujarnya mengutip lontar tersebut.

Koster menyoroti berbagai tantangan yang harus segera ditangani. Seperti, alih fungsi lahan yang semakin tinggi, ancaman ketersediaan air bersih, meningkatnya kasus narkoba dan prostitusi, serta praktik pembelian aset menggunakan nama warga lokal oleh pihak asing. “Bali harus kita jaga agar tetap menjadi Padma Bhuwana, pusat spiritual dunia, bukan sekadar destinasi wisata yang dieksploitasi,” tandasnya.

Baca juga:  Sumber Air di Bali, Terancam Parahnya Pencemaran dan Intrusi

Dalam laporannya, Koster memaparkan bahwa ekonomi Bali tumbuh sebesar 5,48% pada tahun 2024, lebih tinggi dari pertumbuhan nasional 5,03%. Pariwisata masih menjadi penyumbang terbesar, dengan 6,4 juta wisatawan mancanegara berkunjung ke Bali sepanjang tahun lalu, memberikan kontribusi Rp107 triliun terhadap devisa nasional.

Namun, ia mengingatkan bahwa ketergantungan berlebihan pada pariwisata adalah risiko besar bagi stabilitas ekonomi Bali. Oleh karena itu, Koster menegaskan perlunya transformasi ekonomi yang lebih seimbang dengan memperkuat sektor pertanian, industri kreatif, dan ekonomi berbasis digital. “Kita harus memastikan keseimbangan antara sektor pariwisata dan sektor non-pariwisata, agar Bali tidak terjebak dalam ketergantungan yang rapuh,” kata Koster.

Selain itu, ia menyoroti ketimpangan antara wilayah Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan) dengan luar Sarbagita, di mana 86% Pendapatan Asli Daerah (PAD) Bali masih terkonsentrasi di wilayah perkotaan. Untuk mengatasi hal ini, Koster berkomitmen mendorong pembangunan merata di seluruh Bali.

Baca juga:  Alat Berat di TPA Rusak, Pengangkutan Sampah Terkendala

Sebagai landasan kebijakan 2025-2030, Koster menegaskan bahwa pembangunan Bali akan dijalankan dengan prinsip Trisakti Bung Karno. Mengurangi ketergantungan pada pariwisata dengan memperkuat sektor produktif lainnya.

Selain itu, memastikan regulasi yang melindungi kepentingan rakyat Bali, termasuk kebijakan pembatasan kepemilikan properti oleh pihak asing. Begitu juga, menjaga keaslian budaya Bali dari ancaman komersialisasi yang berlebihan.

“Pembangunan Bali harus sesuai dengan jati diri kita. Kita tidak boleh kehilangan identitas karena godaan investasi yang hanya mengeksploitasi tanpa memberi manfaat nyata bagi masyarakat,” tegasnya.

Pada kesempatan ini, Koster mengajak seluruh elemen masyarakat Bali untuk bersatu menjaga keharmonisan dan menjalankan pembangunan dengan spirit gotong royong sesuai ajaran leluhur.

“Bali bukan hanya tanah tempat kita tinggal, tetapi warisan suci yang harus kita jaga. Mari kita bangun Bali dengan hati, dengan kearifan, dan dengan kesetiaan pada pesan para leluhur,” pungkasnya. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN