
DENPASAR, BALIPOST.com – Sekaa Teruna (ST) Taman Sari, Br. Lantang Bejuh, Sesetan ingin mengingatkan masyarakat khsususnya di Bali tentang kerusakan alam yang terjadi. Hal itu mereka tuangkan ke dalam kreativitas ogoh-ogoh Manupataka.
Ketua ST Br. Lantang Bejuh I Kadek Angga Suryawan didampingi Ketua Pasikian Yowana Sesetan Ketut Swastika, Kamis (6/3) mengatakan, ogoh – ogoh Br. Lantang Bejuh mengangkat konsep Manupataka tentang keseimbangan alam semesta beserta isinya. Lewat ogoh- ogoh, STT ingin menyampaikan pesan untuk segera menyadari kerusakan alam yang terjadi saat ini khususnya di Bali.
“Pembabatan hutan semakin marak di Bali, dialihfungsikan menjadi vila, resort, pengerukan tebing di Bali selatan untuk menjadi vila, hotel untuk kepentingan pribadi. Itu yang ingin kita sampaikan kepada masyarakat,” ujarnya.
Sekaa teruna memandang perlu menjaga hubungan harmonis antara manusia dan alam, manusia dengan manusia, dan manusia dengan Tuhan, karena menurutnya Tri Hita Karana tidak berjalan lagi di Bali.
Dikutip dari lontar Sanghara Bhumi, perwujudan ogoh- ogoh manupataka diibaratkan seperti pemimpin yang angkuh, hanya mementingkan diri sendiri diburu oleh raksasa berwujud bhoma. “Kita masukkan ornamen- ornamen seperti hewan, kita masukkan ke dalam tubuh, seperti tangannya setengah berwujud burung gagak dan sayap berwana hitam seperti burung gagak,” jelasnya.
Ogoh- ogoh yang diciptakan Yoga, yang merupakan seniman tatto itu mulai dibuat sejak Desember 2024 karena ST menargetkan selesai lebih awal. Ogoh- ogoh yang menghabiskan dana sekitar Rp30 juta itu berbahan ramah lingkungan yaitu rotan, karton sebagai penopang, kertas koran untuk menutupi badan, plaster, clay.
Diakui, dalam pembuatan ogoh- ogoh kali ini terdapat tantangan tersendiri karena beban yang dipikul harus seimbang, dengan tumpuan hanya berpijak pada ujung kaki kuda. “Disitu kita kesulitan untuk menambahkan raksasa di bagian atas, kita memikirkan agar beban yang ditahan ogoh ogoh yang di bawah, jadi keseimbangan benar- benar jadi tantangan karena perwjudannya adalah seorang raja yang menunggangi kuda yang mana di atasnya ada tiga ogoh – ogoh,” ujarnya. (Citta Maya/Balipost)