
DENPASAR, BALIPOST.com – Bali dengan mayoritas umat Agama Hindu mesti menjadi pusat pengembangan pendidikan widyalaya di Indonesia. Pendidikan widyalaya merupakan satuan pendidikan masa depan karena selain intelektual juga mengembangkan akhlak.
Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu (Dirjen Bimas Hindu) Kementerian Agama RI, Prof. I Nengah Duija dan Anggota DPD RI Dapil Bali, Ida Bagus Rai Dharmawijaya.
Menurut Prof. Dwija, Bali dijadikan pusat pengembangan pendidikan widyalaya dikarenakan keberadaan umat Hindu yang menyatu. Saat ini, umat Hindu Nusantara telah memiliki 134 widyalaya di Indonesia. Pendidikan widyalaya tidak hanya berfokus pada pengembangan dari sisi intelektual tetapi dari sisi akhlak.
“Jadi akhlak ini menjadi perhatian di Kementerian Agama. Nah di situlah kita mengintervensi pendidikan bahwa karakter itu tidak hanya bisa kita lakukan dalam konteks kurikulum, tapi harus dalam sistemik baik berkaitan dengan sistem, guru, bahan pembelajaran, dan tentu juga kurikulum,” ujar Prof. Duija saat ditemui setelah FGD, di kampus Unhi Denpasar, Jumat (7/3).
Rai mendorong pengembangan lebih banyak lagi pendidikan berbasis Hindu atau sekolah widyalaya di Indonesia. Menurutnya, sekolah widyalaya penting dikembangkan karena memiliki 4 tujuan baik, yaitu Sidhi (kecerdasan), Sidha (keterampilan), Sudha (kejujuran), dan Sadhu (kebijaksanaan).
“Saya mengadvokasi antara Bimas Hindu Kementerian Agama dan pemerintah daerah agar sekolah widyalaya yang berbasis agama dan budaya ini disosialisasikan dan terwujud, karena pengeksekusi kan daerah dan yang punya kewenangan kementerian,” ujar pria yang akrab disapa Gus Rai ini, Sabtu (8/3).
Diungkapkan, saat ini sekolah widyalaya di Indonesia menampung 3.698 siswa aktif di 120 satuan pendidikan. Mulai dari TK hingga SMA/SMK. Rai Mantra mengajak sekolah lainnya seperti swasta mendaftar menjadi sekolah widyalaya sebab tidak ada kurikulum yang berbeda antara sekolah berbasis agama dan budaya dengan pendidikan formal lainnya.
“Justru nilai tambah didapat mengingat sekolah berbasis agama umumnya mendapat materi pembelajaran keterampilan lebih disertai ilmu nilai-nilai agama yang baik di era modern saat ini,” katanya.
Mantan Wali Kota Denpasar 2 periode ini melihat saat ini sekolah widyalaya belum banyak dan merata di Bali. Sementara, potensi sekolah-sekolah mengajukan diri menjadi widyalaya sangat besar. Rai Mantra mencontohkan keberadaan taman kanak-kanak atau dinamakan pratama widyalaya. Di mana sebagian TK di Bali berada di banjar-banjar sehingga untuk mendorong perubahan statusnya tidak sulit. Selain itu, sekolah swasta ketika dilakukan perubahan status dan masuk dalam program Kementerian Agama maka guru-gurunya dapat mengikuti PPPK.
“Ini strategis untuk sekolah-sekolah yang bisa berbasis Hindu digalakkan dan sudah ditekankan Bali sebagai barometer, kalau berminat TK di banjar-banjar ya memungkinkan sekali sudah ditawarkan juga kepada swasta,” ujar Rai Mantra.
Apalagi, dikatakan bahwa upaya pengembangan pendidikan widyalaya mendapat respons yang positif dari Mendikdasmen. Terlebih program yang dijalankan sesuai dengan program Presiden Prabowo menuju generasi emas. “Berarti secara harafiah, memiliki skill yang baik dan harus punya akhlak yang baik. Jadi sekolah ini diharapkan menjadi panutan untuk menuju manusia Indonesia yang baik. Tentu dengan skill yang bagus juga,” sebutnya.
Selain itu, Mendikdasmen juga berupaya meningkatkan jatah sertifikasi bagi guru serta bagi pengembangan pendidikan widyalaya. “Pengembangan sekolah widyalaya ini menjadi prioritas saya di DPD. Untuk itu saya kumpulkan semua perwakilan dari seluruh Bali guna menyosialisasikan ini dan kami seterusnya akan selalu dukung dalam pengembangan sekolah widyalaya ini,” tegasnya. (Ketut Winata/balipost)