DENPASAR, BALIPOST.com – Kalangan anak muda Bali merespons positif program Gubernur Bali Wayan Koster soal KB Bali empat anak guna menjaga pendukung budaya Bali.
Namun diakui program ini akan banyak menghadapi tantangan karena tergantung dari daya tahan ekonomi dan adanya stigma anak Bali sangat mahal sehingga mengutamakan SDM berkualitas.
Selain itu diingatkan jangan sampai mengintervensi hak perempuan.
Ketua LBH Apik Bali, Ni Luh Putu Nilawati pada dialog Merah Putih di Warung Bali Kopi Jalan Veteran 63 Denpasar, Rabu 12 Maret 2025, mengungkapkan kebijakan ini bagus secara ide untuk penyelamatan budaya Bali namun jangan sampai mengintervensi hak perempuan.
Memiliki anak Nyoman dan Ketut diakuinya ada plus minusnya. Positifnya banyak anak bisa dijadikan memperingan ayah-ayahan orangtua, namun syaratnya harus adanya kesiapan mental dan fisik kaum ibu yang akan melahirkan.
Budayawan, I Gede Arum Gunawan mengakui krama Bali yang memiliki anak Nyoman atau Ketut adalah pasangan kelahiran 1980-an atau generasi X dan Y. Kini pengantin muda dan calon pasutri harus didorong memiliki empat anak tanpa ada unsur paksaan.
Jika fisik, mental dan ekonomi memungkinkan, Arum Gunawan dari Disbud Bali ini mengatakan sebaiknya krama Bali memilih KB Bali empat anak. Selain berguna bagi pelestarian pendukung budaya Bali, kita juga perlu berbangga menggunakan identitas orang Bali.
Sementara kalangan anak muda Bali I Putu Widiacandra Prawartana, yang juga penyuluh Agama Hindu Kota Denpasar ini mengatakan program KB Bali empat anak patut didukung demi keajegan krama Bali yang kian menyusut.
Anak muda Bali lainnya I Putu Yustika Astawa yang juga Kabid Humas Peradah Bali mendukung program Gubernur Koster, namun harus didukung secara finansial baik oleh keluarga maupun pemerintah. Bantuan kepada Nyoman dan Ketut ini harus inklusi agar tak menjadi beban bagi keluarga, disitulah kunci sukses program ini.
Keempat narasumber juga mengingatkan tantang baru anak muda Bali saat ini yakni mereka cenderung mengutamakan karir. Maka wajar mereka mengutamakan SDM berkualitas bukan lagi dari segi kuantitas. (Sueca/balipost)