Ogoh-ogoh milik ST, Satya Dharma Sesana diikutsertakan dalam lomba yang digelar Denpasar. (BP/may)

DENPASAR, BALIPOST.com – Mengunjungi Banjar Manik Saga, Panjer, beberapa pemuda sedang membuat ogoh-ogoh. Setiap tahun kreativitas Sekaa Teruna (ST) Satya Dharma Sesana, Denpasar, ini diasah untuk lebih tajam membuat karya dalam lomba ogoh-ogoh.

Dengan adanya ruang tersebut, sekaa teruna sekaligus diajak rajin ke banjar, melestarikan budaya gotong royong, terutama dalam hal membuat ogoh-ogoh.

Ketua ST Satya Dharma Sesana I Dewa Gede Wedhapratama (22) menuturkan, ogoh-ogoh tahun ini mengangkat tema kemenangan melawan keserahakan.

Hal itu diwujudkan dengan perwujudan ogoh-ogoh Hanoman yang bertempur melawan Detya Kala Sura Bhuta, sosok raksasa berbadan buaya. Kisahnya diambil dari cerita Ramayana yang menceritakan tentang upaya pasukan kera membangun jembatan situbanda namun dihalangi Detya Kala Sura Bhuta, anak Rahwana.

Baca juga:  Mohon Keharmonisan Atas Derasnya Abrasi

“Cerita ini kita banyak melihatnya di kehidupan nyata, perilaku manusia serakah dan pemarah. Masyarakat sekarang cenderung serakah, menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Itu merupakan ciri dari Detya Kala Sura Bhuta. Tapi Hanoman mampu memenangkan pertempuran melawan Sura Bhuta sehingga bisa mencapai Alengka dengan jembatan yang dibangun,” tuturnya.

Adegan pertempuran itu, digambarkan apik oleh ST Satya Dharma Sesana. Diakui dengan adegan dengan banyak karakter menjad tatangan tersendiri dalam konstruksinya.

Baca juga:  Menteri PPPA Jenguk Pasien Anak Korban KDRT Di RSUP Sanglah

Menggunakan besi sebagai konstruksi utama, kemudian ulat-ulatan rotan dan bambu sebagai bahan pembentuk badannya, ST ini mampu menyelesaikan ogoh-ogoh H-3 penilaian dengan biaya sekitar Rp35juta.

Menurutnya penggunaan rotan lebih mudah karena karena tak perlu proses pembelahan seperti pada bambu, selain itu mudah lentur sehingga muda dibentuk. “Kami juga pakai bambu tapi tidak full karena kalau pakai bambu, butuh waktu lama, nyebit tipis – tipis biar lentur,” imbuhnya.

Baca juga:  ST Widya Dharma Tengkulung Garap Ogoh-ogoh "Prabhu Tarakasura"

Selain proses pembuatan, diakui dalam pembuatan ogoh-ogoh rata-rata dikerjakan 7 orang setiap harinya. Kecuali pada hari libur seperti sabtu dan minggu, pemuda yang ke banjar bisa mencapai 20-an.

“Sebenarnya jumlah pemuda ada 170-an. Tapi tidak semua pemuda terlibat membuat ogoh-ogoh, hanya panitia. Sebenarnya antusias pemuda masih tinggi untuk ke banjar walaupun banyak sindiran di sosial media tentang semakin sulitnya pemuda-pemuda sekarang untuk keluar, ke banjar,” ungkapnya. (Citta Maya/balipost)

 

BAGIKAN