
DENPASAR, BALIPOST.com – Mantan Direktur Utama PT BPR Bali Artha Anugrah, terdakwa Ida Bagus Toni Astawa, Kamis (13/3) kembali dihadirkan di PN Denpasar. Agendanya adalah pemeriksaan saksi mahkota.
Jaksa pada kesempatan tersebut mengorek terkait peristiwa yang berkaitan dengan proses pengajuan ratusan kredit fiktif yang menyebabkan kerugian hingga Rp 325 miliar.
JPU Komang Suastini menanyakan alasan terdakwa membuat 365 kredit fiktif. Toni mengatakan, pembuatan kredit fiktif untuk menekan nilai Non Performing Loan (NPL) atau rasio keuangan yang menunjukkan jumlah pinjaman bermasalah pada suatu bank. ”Agar nilai NPL di bawah 2, karena setiap Juli ada pemeriksaan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” ujar Toni.
Dia mengatakan kredit bermasalah terjadi sejak akhir 2017 sampai awal 2023. Terkait SOP pencairan kredit di BPR Arta Anugerah, terdakwa Toni mulai kelihatan tak tenang. Bahkan diakui bahwa bahwa ada beberapa kredit tidak sesuai SOP karena pihaknya kebingungan menyelesaikan kredit bermasalah.
Hingga akhirnya dia bersama management lainnya mengambil langkah itu. Diakui juga bahwa terkait manipulasi pencairan kredit fiktif, IB Toni mengaku bertangungjawab bersama pejabat lainnya seperti Kabag Kredit, Kabag Operasional.
JPU menanyakan bagaimana cara membuat dokumen kredit fiktif, Toni mengaku melibatkan sejumlah nasabah. Sebagian nasabah yang sudah lunas kreditnya diminta tanda tangan kembali. Toni meminta nasabah datang ke kantor, kadang juga mendatangi rumahnya.
Sebelumnya, Direktur Utama PT BPR Bali Artha Anugrah, terdakwa Ida Bagus Toni Astawa, oleh JPU Putu Oka Bhismaning dan Ni Komang Swastini, diadili atas dugaan pencairan kredit fiktif. Di depan pengadilan, JPU menyampaikan peristiwa yang dilakukan terdakwa ketika menjabat Dirut BPR Bali Artha Anugrah bersama saksi Gede Dodi Artawan selaku Account Officer pada PT BPR Bali Artha Graha (dilakukan penuntutan secara terpisah). (Miasa/balipost)