
MANGUPURA, BALIPOST.com – Dalam mewujudkan swasembada pangan, pertanian Bali mesti digarap dari hulu ke hilir. Bila kondisi ini bisa terealisasi, tidak tertutup kemungkinan banyak generasi muda yang melirik sektor ini sebagai mata pencaharian. Demikian disampaikan salah satu pelaku usaha sektor pertanian, I Ketut Budisanta, Jumat (14/3) di Kuta, Badung.
Menurut Budisanta prospek pertanian Bali ini masih sangat besar dan belum tergarap maksimal. Padahal, pariwisata yang menjadi lokomotif ekonomi Bali sangat tergantung dengan sektor pertanian yang menjadi akar dari budaya di Pulau Dewata ini.
“Budaya Bali ini memang menjadi sesuatu hal yang harus dipertahankan dalam upaya menjaga Bali sebagai sebuah central tourism (pusat pariwisata, red) Asia, bahkan dunia. Nah kalau kita bicara budaya Bali, itu tentu menyangkut masalah pertanian,” ujarnya.
Ia menambahkan pertanian yang dimaksud dalam arti luas. “Tentu di sini adalah pertanian rakyat yang memang dari dulu sudah menjadi warisan leluhur,” sebut pria asal Buleleng ini.
Budisanta pun mengungkapkan pertanian di Bali masih sangat potensial dikembangkan, meski pun investasi di bidang ini relatif lama balik modalnya. Potensi yang besar ini pun dilirik investor asing, terutama dengan adanya target pemerintah dalam mewujudkan swasembada pangan.
Keberadaan penanaman modal asing (PMA) dinilainya merupakan angin segar bagi perkembangan pertanian ke depannya. Sebab, dengan adanya PMA yang melirik sektor pertanian, generasi muda akan lebih tertarik untuk berkecimpung di dalamnya. “Jadi sebaiknya dalam mengembangkan pertanian, kita kembangkan itu dari hulu ke hilir. Karena kalau kita membicarakan pertanian itu kalau kita enggak dari hulu ke hilir itu enggak mungkin. Hulunya kita harus berbuat apa, hilirnya bagaimana,” papar Budisanta yang lama berkecimpung di sektor keuangan ini.
Pria yang merupakan Direktur Utama Dharma Esa Wastu Agung (DEWA) ini pun mengungkapkan salah satu upaya menggarap sektor pertanian ini lewat pendampingan terhadap subak, pemberian bantuan, dan pelatihan-pelatihan. Ia pun mengaku berkeinginan agar generasi muda Bali bisa pelan-pelan mencintai pertanian. “Tugas utama adalah mengubah mindset agar generasi muda ini menjadi pelaku-pelaku di bidang pertanian. Nah di sini kita akan melakukan sesuatu terobosan pertanian yang berbasis teknologi,” ungkapnya di sela-sela peluncuran DEWA.
Kemudian dari sisi hilir, penanganan produk pertanian hingga penciptaan pasar, termasuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan membuka peluang pasar ke luar negeri, perlu dilakukan. Di sini lah, kata Budisanta, investor asing bisa berperan. Sebab, peluang pasar ekspor produk pertanian akan makin terbuka dengan keberadaan para investor dari luar Indonesia ini.
Pihaknya saat ini merupakan perusahaan berkategori PMA yang memiliki jaringan ke Amerika Serikat, China, dan Jepang. Selain pertanian, menurut Budisanta, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur di Bali juga cukup diminati investor. “Jadi keempat-empatnya ini adalah merupakan suatu satu kesatuan yang mesti harus terintegrasi dalam mewujudkan kemakmuran masyarakat, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan sekaligus juga meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas,” urainya didampingi Komisaris Utama DEWA, Yudistira Herlambang.
Sebelumnya, Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Udayana (Unud), Prof. Dr. Ir. I Nyoman Sucipta, MP., mengatakan masih banyak petani di Bali yang menggunakan metode tradisional dalam bertani, sehingga produktivitasnya tidak optimal. Ia menilai peluang kerja sama dengan perusahaan swasta atau investor untuk mengelola lahan dengan sistem bagi hasil juga perlu dilakukan. Begitu juga memberikan bantuan teknis seperti alat pertanian, benih, dan pelatihan kepada petani yang mengelola lahan terlantar, serta memberikan insentif berupa subsidi atau keringanan pajak bagi petani atau kelompok yang berhasil merehabilitasi lahan terlantar juga perlu dilakukan. (Diah Dewi/balipost)