Beberapa wisatawan mancanegara (wisman) duduk-duduk di kursi pasir sambil menunggu momen sunset di Pantai Double Six, Seminyak, Badung. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Banyaknya wisatawan mancanegara berkunjung ke Bali ternyata menginap di akomodasi tidak berizin alias bodong. Kerugian yang dialami ekonomi Bali sangatlah besar. Pemerintah tidak mendapatkan pajak, sedangkan akomodasi resmi hanya gigit jari.

Pengamat Ekonomi Prof. Dr. I Putu Anom, B.Sc., M.Par. saat diwawancarai, Minggu (16/3) mengatakan, banyaknya vila bodong hingga rumah kost yang dijual kepada wisatawan asing di Bali membuat penerimaan pajak hotel dan restoran (PHR) tidak optimal. Karena vila, home stay hingga rumah kos yang tidak memiliki izin pariwisata tidak dituntut membayar PHR.

Baca juga:  Diguyur Hujan, 21 Titik Kebanjiran

“Itu kan hanya kena pajak bumi dan bangunan, untuk PHR tidak. Karena tidak tercatat resmi menjadi akomodasi pariwisata sehingga ga bisa narik pajak (PHR),” katanya.

Vila bodong, home stay hingga rumah kos ini kerapkali dimanfaatkan oleh wisatawan asing di Bali untuk mendapatkan harga yang lebih murah. Bahkan tidak sedikit yang memilih tinggal di rumah kos mewah dengan harga sekitat Rp2,5 juta per bulan.

Menurutnya hal ini harus dilarang. Wisatawan yang datang ke Bali harus menginap di akomodasi pariwisata yang berizin. Sehingga perolehan pajaknya jelas. Demikian pemerintah juga didorong menindak tegas akomodasi pariwisata yang tidak berizin.

Baca juga:  Pantai di Lombok Masuk 8 Tempat Terbaik untuk Yoga Versi Media Malaysia

Selain akomodasi pariwisata, soal infrastruktur juga menjadi persoalan. Anom menilai hal ini harus segera diselesaikan mengingat kemacetan sudah kian terjadi di banyak wilayah di Bali terlebih di kawasan wisata.

Menurutnya kemacetan ini akan sangat berpengaruh terhadap tingkat kunjungan wisatawan kedepan. Karena menganggap Bali sudah penuh sesak sehingga wisatawan menjadi jenuh dan mungkin akan memilih daerah lainnya.

Rencana pembangunan short cut hingga underpass diharapkan segera bisa terwujud untuk mengurai kemacetan. Di samping itu penerbitan taksi online juga menjadi hal yang harus dilakukan. Hal ini lantaran banyak pengemudi taksi online yang memilih mangkal di pinggir jalan yang memberi pengaruh terhadap kemacetan.

Baca juga:  Kembali Dihempas Gelombang Pasang, Kapal BPBD Buleleng Seharga Rp 2,5 Miliar Rusak Parah

Persoalan-persoalan tersebut kata Guru Besar Universitas Udayana ini harus segera diselesaikan. Untuk keberlangsungan pariwisata Bali serta meningkatkan daya beli kedepannya. (Widiastuti/bisnisbali)

BAGIKAN