DENPASAR, BALIPOST.com – Sejumlah daerah di Bali kini memformat atraksi ogoh-ogoh dalam bentuk festival atau parade. Selain ditangani secara modern dan menghibur, juga penting dalam membangkitkan kreativitas anak muda Bali atau yowana mengekspresikan dirinya dalam urusan pelestarian budaya.
Pembuatan ogoh-ogoh adalah bentuk kreativitas seni namun sarat makna. Makanya sehabis diarak ogoh-ogoh tak perlu dipralina.
Hal itu terungkap dalam Dialog Merah Putih di Warung Bali Coffee Jalan Veteran 63 Denpasar, Rabu (19/3) yang menghadirkan narasumber Wakil Ketua Pasikian Yowana Kota Denpasar, Anak Agung Ariyuda Krismawan, akademisi ISI Bali, Prof Ketut Muka Pendet dan Sekretaris PHDI Bali, Putu Wirata Dwikora.
Ariyuda mengungkapkan pada Kamis (20/3) sebanyak 16 ogoh-ogoh yang masuk nominasi di Kasanga Festival Denpasar sudah dikumpulkan di Lapangan Gusti Made Ngurah.
Selanjutnya Jumat, 21 Maret akan diikutsertakan dalam festival atau kontestasi di Patung Catur Muka lengkap dengan sekaa gong pengiring dan fragmen tari.
Tahun ini festival diikuti 254 sekaa ogoh-ogoh atau STT dari 365 STT yang ada di Kota Denpasar.
Sekretaris PHDI Provinsi Bali, Putu Wirata Dwikora menegaskan ogoh-ogoh sebenarnya tak terlalu lepas dari rangkaian Nyepi karena pawai ini biasanya dilakukan usai umat menjalankan Tawur Kesanga di tiap banjar dan desa adat. Jadi ogoh-ogoh tetap bernuansa religius sekalipun sifatnya profan.
Alangkah baiknya, kata dia, sebelum menggarap ogoh-ogoh katurang canang atanding memohon keselamatan,demikian juga saat membakar ogoh-ogoh.
Jadi tak perlu banten pralina lagi, karena tak ada upacara melaspas ogoh-ogoh.
Akademisi Profesor I Ketut Muka Pendet dari ISI Bali menegaskan ogoh-ogoh hanya dikenal saat ada upacara pengabenan dalam bentuk ogoh-ogoh. Baru dekade 1980-an ogoh-ogoh menjadi pelengkap saat malam pengerupukan.
Para narasumber juga sepakat keberadan ogoh-ogoh adalah bentuk karya seni. Fungsinya sebagai ajang kreativitas, pelestarian budaya Bali. Sedangkan dari segi makna, ogoh-ogoh adalah simbol butha kala dan sejenisnya yang kemudian disomiakan saat malam Pengerupukan. (Sueca/balipost)