Salah satu ogoh-ogoh di Denpasar yang akan diarak saat malam Pangerupukan, Jumat (28/3). (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pengamat seni Dr. Komang Indra Wirawan mengingatkan bahwa ogoh-ogoh adalah seni kreativitas dam bukan seni instalasi. Untuk itu, dalam pembuatan ogoh-ogoh penting mengedepankan orisinalitas.

Komang Gases, panggilan akrabnya menjelaskan ogoh-ogoh merupakan sebuah karya seni tiga dimensi yang diarak, ditarikan bersama-sama atau sekelompok orang (diogah-ogah). Ogoh-ogoh merupakan representasi dari bentuk santa rupa yang mengambil dari kisah-kisah pewayangan Bali. Ogoh- ogoh berbentuk sangka rupa baik berwujud danawa, raksasa atau bhuta kala yang mencirikan cerita masyarakat Hindu Bali.

Namun ogoh-ogoh tidak berkaitan dengan upacara pangerupukan atau tawur kasanga. “Tapi budaya ini (ogoh-ogoh) diwariskan menjadi salah satu budaya baru yang disatupadukan dengan tradisi agama Hindu di Bali,” ujar Doktor Ilmu Agama ini.

Baca juga:  Jadi Karantina PPLN, Bali Siapkan Belasan Ribu Kamar Hotel

Sementara hari raya Nyepi sendiri sebagai hari penyucian diri dan alam semesta dengan cara melakukan Catur Brata Panyepian, yaitu empat pantangan yang harus dipatuhi selama 24 jam. Secara spiritual, Nyepi bertujuan untuk kembali ke nol (sunia), yaitu keadaan hening dan suci sebagai bentuk perenungan diri. Selain itu, Hari Raya Nyepi juga memiliki makna ekologis, di mana seluruh aktivitas manusia dihentikan sementara, memberikan waktu bagi alam untuk beristirahat dan memulihkan diri.

Awal kemunculan ogoh-ogoh di Bali sekitar tahun 1990-an. Kemudian budaya ini dipatenkan semenjak PKB di tahun 1990 karena dianggap sebagai salah satu budaya yang unik, yangg dapat memberikan ruang kreativitas kepada generasi muda untuk mengembangkan bakat dan minat dalam berkesenian, skaligus sebagai refleksi cerminan dari ajaran-ajaran keagamanan.

Baca juga:  Ini Jumlah Rapid Test Sehari di Gilimanuk, Tujuh Diantaranya Reaktif

Inovasi dan kreativitas dalam kesenian ogoh-ogoh selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Hingga di jaman ini banyak bermunculan ogoh-ogoh robotik yang dapat bergerak secara otomatis dengan kendali jarak jauh atau dalam jangka waktu tertentu. Bahan yang digunakan pun beragam, yang mana dulunya ogoh-ogoh sempat mengunaka sterofoam.

Namun, kesadaran akan lingkungan yang merupakan salah satu esensi Nyepi, maka penggunaan bahan alami seperti bambu kembali digalakkan. Perkembangan ogoh-ogoh ini menandakan bahwa yowana di Bali memiliki daya cipta dan kreasi yang tinggi yang merupakan modal terbentuknya karater berbudaya.

Baca juga:  Polisi Pastikan Perampok Gunakan Pistol Mainan

Selain itu, perkembangan ini juga menandakan bahwa yowana selalu bisa mengikuti kondisi yang ada saat ini dan inilah salah satu keungulan seniman Bali. Dalam membuat karya ogoh-ogoh yang terpenting menurutnya adalah konsisten mempertahankan karya tersebut.

Ketua Pasikian Yowana Kota Denpasar, A.A. Made Angga Hartayana mengatakan, karya ogoh-ogoh yowana Denpasar tahun ini sangat luar biasa maka Denpasar layak disebut penghasil seni ogoh-ogoh. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN