
DENPASAR, BALIPOST.com – STT Dharma Santika dari Banjar Tembau Kelod, Kecamatan Denpasar Timur menghadirkan ogoh-ogoh dengan tema yang cukup kontroversial namun sarat pesan moral dalam perayaan Nyepi tahun ini.
Mengangkat isu aborsi, ogoh-ogoh karya mereka bertujuan menyuarakan kepedulian terhadap praktik aborsi yang masih terjadi di masyarakat, sekaligus mengajak publik untuk lebih menghargai kehidupan.
Eka (28), salah satu perwakilan dari STT Dharma Santika, menjelaskan alasan di balik pemilihan tema tersebut. “Kami ingin menyelipkan isu-isu sosial dalam karya ini, memberikan pesan moral kepada masyarakat untuk menggaungkan stop aborsi dan praktik aborsi,” ungkap Eka, Jumat (21/3).
Proses pembuatan ogoh-ogoh ini memakan waktu sekitar satu bulan dengan biaya mencapai Rp 60 juta. Tim penggarap terdiri dari beberapa seniman muda berbakat, termasuk arsitek utama Ponco Maruda bersama tim dari STT Dharma Santika.
Ogoh-ogoh ini memiliki ciri khas yang membedakannya dari karya lain di Denpasar. Salah satunya adalah gerakan lidah pada ogoh-ogoh yang dapat bergerak secara acak, menyerupai gerakan realistis.
Tidak hanya itu, desain tatakan atau landasan ogoh-ogoh pun dibuat tidak biasa, sengaja dihancurkan. “Ini adalah makna visual dan filosofi tentang kesalahan yang tidak bisa dimaafkan. Kalaupun bisa dimaafkan, tetap membekas. Seperti hati yang hancur, susah untuk disatukan kembali. Karena itu kami membuat visualisasi tatakan hancur seperti hati,” jelas Eka.
Selain memaparkan proses kreatifnya, Eka juga menyampaikan harapannya kepada penyelenggara Kesanga Festival dan pemerintah Kota Denpasar.
Ia menyoroti persoalan teknis seperti kabel-kabel yang mengganggu akses ke zona festival serta keterbatasan fasilitas umum. “Kami berharap kabel di sekitaran Denpasar bisa dirapikan lagi, karena itu membatasi tinggi ogoh-ogoh yang bisa kami buat. Selain itu, fasilitas toilet juga mohon diperbanyak,” tambahnya. (Wahyu Widya/balipost)