Sejumlah wisatawan domestik dan mancanegara menikmati suasana di Pantai Double Six, Badung. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Gubernur Bali menggeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 7 Tahun 2025 tentang Tatanan Baru Bagi Wisatawan Asing Selama Berada di Bali. Terkait Kebijakan tersebut pelaku pariwisata di Bali menyambut positif dan berharap agar benar-benar dapat diimplementasikan di lapangan.

Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali I Gusti Ngurah Suryawijaya saat diwawancarai, Senin (24/3) mengatakan, poin-poin yang tertuang di dalam SE terebut sudah mempresentasikan dan menjawab semua fenomena yang ada terkait perilaku wisatawan mancanegara atau wisman di Bali. “Hanya sekarang seberapa jauh bisa diimplementasikan aturan itu. Terutama ketegasan daripada petugas di lapangan nanti, konsisten mengimplementasikan aturan itu,” katanya.

Baca juga:  Restoran di Peliatan Terbakar, Dua Armada Damkar Dikerahkan

Suryawijaya mengatakan di lapangan juga harus dikomunikasikan serta bisa diedukasi kepada wisatawan. Dalam hal ini juga diperlukan petugas yang mumpuni terutama yang menguasai Bahasa asing, sehingga komunikasinya menjadi baik dan informasinya tepat.

Selain itu, kata pria yang menjabat sebagai Ketua PHRI Badung ini, harus ada monitoring dan evaluasi terkait terimplementasinya kebijakan ini. “Misalnya PWA aturannya sudah ada. Kalau tidak mendapat pelayanan bagiamana? Kalau di destinasi sudah beli karcis tidak mungkin ditolak,” terangnya. Dengan demikian diharapkan kebijakan ini tidak hanya teoritis semata, namun bagaimana bisa dijalankan di lapangan sehingga membuat pariwisata Bali menjadi lebih baik.

Baca juga:  Lima Tahun Sekali, Desa Pakraman Kubutambahan Gelar "Mapeningan Ida Ratu Hyang Sakti Pingit"

Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata (Asita) Bali, I Putu Winastra. Dia mengatakan, seluruh poin yang ada dalam SE Nomor 7 Tahun 2025 tersebut sangat positif bagi pariwisata Bali.

Namun, Winastra memandang ada poin yang kurang dari sisi pemafaatan travel agent atau biro perjalanan yang berlisensi. “Jadi jangan hanya penggunaan kendaraan roda empat saja yang wajib berlisensi atau di bawah asosiasi. Tapi juga travel yang mengantarkan tamu wajib berlisensi dan berlindung di bawah asosiasi. Di sini kan travelnya belum masuk,” katanya.

Baca juga:  Megawati Dikukuhkan Lagi sebagai Ketum PDIP

Demikian juga di tempat wisata juga, kata dia, bisa ada seleksi karena selama ini tamu yang dibawa juga datang bukan dari guide atau travel yang tidak berlisensi.

Dijelaskannya, dalam perusahaan biro perjalanan wisata yang berizin ada pajak yang dibayarkan ke pusat. Demikian pula dalam paket wisata yang ditawarkan anggota Asita sendiri bekerjasama dengan akomodasi pariwisata yang berizin, sehingga ada pajak hotel dan restoran (PHR) yang dibawa ke pendapatan daerah. Dengan itu menurutnya penting bagi wisatawan menggunakan jasa perjalanan wisata yang berlisensi dan berada di bawah naungan asosiasi. (Widiastuti/bisnisbali)

 

BAGIKAN