
DENPASAR, BALIPOST.com – Keluarnya SP3 dalam kasus OTT fast track Imigrasi Bandara I Gusti Ngurah Rai, masih menjadi perbincangan hangat di masyarakat.
Apalagi dalam OTT tersebut pihak kejaksaan sempat menetapkan HS atau Hariyo Seto sebagai tersangka dengan barang bukti saat itu diamankan uang Rp 100 juta.
Namun saat ini dianulir oleh Kejati Bali, I Ketut Sumedana menegaskan bahwa tidak benar Rp 100 juta itu, melainkan hanya Rp 250 ribu uang yang disebut tak layak diajukan ke persidangan. SP3 dari kasus ini dikeluarkan sejak 2 minggu lalu.
“Sudah, sekitar dua minggu lalu,” katanya, pada Senin 24 Maret 2025 lalu tanpa merinci tanggal dikeluarkannya SP3 kasus ini.
Melihat ke belakang, saat digerebek pada Selasa 14 November 2023 malam sekitar pukul 22.00 WITA lalu, petugas Kejati Bali mengamankan lima orang dan mereka langsung menjalani pemeriksaan di kantor Kejati Bali.
Besoknya, 15 November 2023, Aspidsus Kejati Bali saat itu, Deddy Koerniawan, menggelar jumpa pers dan disebut bahwa dari lima orang, satu ditetapkan sebagai tersangka yang belakangan diketahui bernama Hariyo Seto yang saat itu menjabat Kepala Seksi Pemeriksaan I Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai.
Atas penetapan tersangka itu, Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai, kala itu dijabat Suhendra, mengaku sudah menonaktifkan HS atau Hariyo Seto, karena ditetapkan sebagai tersangka dugaan melakukan penyimpangan dalam layanan jalur khusus (fast track).
Tak lama berselang, pihak tersangka mengajukan permohonan penangguhan penahanan. Dan atas pertimbangan adanya jaminan institusional bahwa tersangka HS tidak akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan mengulangi tindak pidana.
Dan atas permohonan itu yang diajukan Dirjen Imigrasi, pada Senin tanggal 27 November 2023, penyidik memberikan menangguhkan penahanan terhadap tersangka HS. HS diwajibkan melaporkan diri kepada penyidik Kejaksaan Tinggi Bali setiapSenin dan Jumat serta kewajiban lain yang ditentukan oleh penyidik.
Proses penyelesaian OTT ini lumayan lama diselesaikan, bahkan disalip oleh OTT Bendesa Berawa yang hanya sepekan dah rampung dan OTT Kades Bongkasa yang juga tak memakan waktu lama.
Padahal dalam kasus ini, dalam penggeledahan itu, petugas Kejati Bali menyita NVR (Network Video Recorder) CCTV merek Hikvision lengkap dengan kabel dan adaptor, DVR (Digital Video Recorder CCTV merek HIK VISION beserta kabel adaptor) dan dokumen lainnya.
Dalam proses penyidikan, pejabat dimaksud yang terjaring OTT dikabarkan dipindahtugaskan dari Imigrasi Khusus Ngurah Rai.
Fast Track
Pihak Kejati Bali dalam masih Imigrasi ini awalnya menerima informasi dugaan penyimpangan pelayanan fast track di TPI Kelas I Khusus Bandara Internasional Ngurah Rai.
Dari pengaduan itu, tim Kejaksaan Tinggi Bali mendalami dengan menerjunkan tim intelijen Kejati Bali selama kurang lebih satu bulan, yakni sejak Oktober 2023. Saat itu petugas melakukan pengamatan langsung di lapangan guna menyelidiki kebenaran informasi yang diterima.
Berdasarkan hasil operasi intelijen, diperoleh data-data intelijen yang mendukung kebenaran adanya penerimaan uang dalam pelayanan fast track yang dilakukan secara menyalahi prosedur/ketentuan tersebut.
Fast track adalah layanan fasilitas prioritas di Bandara Ngurah Rai dalam rangka mempermudah pemeriksaan keimigrasian atau keluar wilayah Indonesia bagi kelompok lanjut usia, ibu hamil, anak dan pekerja migran.
Pihak Kejati Bali saat itu menegaskan bahwa program imigrasi fast track tidaklah dipungut biaya, termasuk untuk ibu hamil.
Untuk warga negara asing yang pakai layanan tersebut (fast track), kata pihak kejaksaan kala itu, dipungut biaya antara Rp 100 hingga Rp 250 ribu perorang. Dengan adanya informasi itu, tim Kejati Bali melakukan pengecekan ke Bandara Ngurah Rai. “Dan setelah kita cek, memang benar ada fakta itu. Yakni, terjadinya penyalahgunaan fast track dengan nilai nominal pungutan mencapai kurang lebih Rp 100 hingga Rp 200 juta perbulan,” ucap petugas Kejati Bali sehari setelah penangkapan.
Namun demikian, Kajati Bali, I Ketut Sumedana, menganulir terkait barang bukti Rp 100 juta itu. Kasus OTT fast track Imigrasi Bandara I Gusti Ngurah Rai dihentikan dan di-SP3-kan.
Dia mengatakan bahwa kasus OTT yang sempat menetapkan Hariyo Seto sebagai tersangka belum cukup bukti untuk diajukan ke persidangan. “Sudah dihentikan. Tidak layak masuk persidangan karena kurang cukup bukti,” jelasnya.
Namun demikian, jika dikemudian hari ada ditemukan bukti yang baru, maka bakalan dilanjutkan kembali. Disinggung terkait barang bukti saat itu ada uang Rp 100 juta, Kajati Ketut Sumedana mengatakan itu tidak benar. “Yang ada hanya Rp 250 ribu rupiah. Itu tak layak diajukan ke persidangan,” jelasnya. (Miasa/balipost)