
Oleh I Putu Sudibawa
“Alam merupakan guru terbaik, karena setiap adegan petualangan pasti akan mengajarkan ilmu yang sangat berharga untuk kita. Layaknya seorang anak, alam adalah hal yang perlu selalu kita jaga keindahannya, agar anak dan cucu kita kelak tetap dapat menikmati, keindahan yang telah dikreasi oleh Tuhan Sang Pencipta Semesta Alam”.
Tulisan ini penulis awali dengan sebuah kutipan yang menyadarkan kita untuk selalu bersyukur akan lingkungan yang ada di sekitar kita. Kutipan ini, nampaknya sejalan dengan pendekatan pembelajaran mendalam yang perlu dilakukan guru membersamai murid dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran mendalam didefinisikan sebagai pendekatan yang memuliakan dengan menekankan pada penciptaan suasana belajar dan proses pembelajaran berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan melalui olah pikir, olah hati, olah rasa, dan olah raga secara holistik dan terpadu. Melalui pendekatan ini, siswa tidak hanya memahami materi pelajaran tetapi juga mampu mengaplikasikannya dalam konteks nyata, serta menjadi individu yang reflektif dan mandiri.
Sejalan dengan pemikiran di atas, Harry Shearer (2005), menyadari bahwa mengajar tidak dimulai dari tempat guru berada, berdiri di atas gunung pengetahuan dan memanggil siswa, tetapi dari mana siswa secara inheren ingin tahu, tetapi terlalu dirangsang oleh omong kosong dan bosan dengan perintah. Guru harus mendapatkan fleksibilitas yang lebih besar dalam cara guru mendekati materi.
Guru juga dapat memiliki kesempatan luas untuk menunjukkan kepada siswa perbedaan antara apa yang dikatakan di depan umum dan apa yang sebenarnya terjadi. Guru perlu senantiasa didorong untuk memiliki panggilan jiwa lebih tinggi. Dalam hal ini tanggung jawab sosial dan profesional guru harus betul-betul dipikul dengan sungguh-sungguh.
Jadi tidak bisa lagi menjalankan profesi hanya sekadar memenuhi jam mengajar. Dalam menciptakan siswa yang berkarakter, guru-guru juga dituntut memberikan keteladanan. Contohnya, guru harus bisa menjelaskan suatu penilaian yang diberikan kepada siswa atas tugas-tugasnya. Banyak guru-guru yang memberikan tugas ke siswa, diperiksa atau tidak, tetapi muncul hasil penilaian kepada siswa. Ini merupakan PR semua pihak yang mempunyai komitmen untuk mendorong guru mempunyai integritas yang tinggi.
Pemaparan di atas tentu akan mengikis generalisasi yang melabeli sekolah-sekolah dengan pelbagi sebutan sebagai sekolah elitis, terikat tradisi, dan homogen mungkin akan tereduksi secara perlahan. Sekolah yang memiliki kelonggaran untuk tampil di depan tentang keadilan, merekrut siswa yang layak dari berbagai latar belakang dan lokasi, dari pada diatur yang tidak sesuai dengan potensi dan karakteristik siswa.
Apa pun komitmen terhadap pendidikan publik, jika tujuan pendidikan adalah belajar dari sekolah terbaik, pilihan sekolah independen yang inovatif perlu dikembangkan secara masif. Geografis negara kita yang beragam, dengan berbagai macam budaya dan karakteristik, kita tidak bisa menyeragamkan yang harus dilakukan selama pembelajaran.
Dalam konteks ini, pembelajaran ibarat petualangan dan penilaian bak aplikasi peta. Sebelum melakukan petualangan, guru dan siswa bersama-sama merefleksi berbagai kekuatan dan kelemahan, keinginan dan kebutuhan, tantangan dan peluang, rute yang akan dilewati, moda-metode yang digunakan, dan destinasi-destinasi yang akan disinggahi dan dicapai, serta tempat dan waktu memulai perjalanan.
Dari paparan di atas, penulis terinspirasi memotivasi diri untuk sebisa mungkin mulai memikirkan memanfaatkan fenomena alam dan kearifan lokal yang ada di lingkungan siswa dan satuan pendidikan untuk diadopsi sebagai media atau bahan pembelajaran. Dalam pembelajaran kimia, penulis termotivasi memanfaatkan limbah pembuatan kain endek atau kain songket (kain tradisional Bali) untuk dijadikan media atau bahan pembelajaran yang sesuai dengan kompetensi yang ada dalam pembelajaran.
Hal ini dilakukan selain mendekatkan siswa dengan fenomena alam yang ada, diharapkan siswa dapat lebih bijaksana dalam memanfaatkan dan memperlakukan alam. Dalam praktik baik ini, pembelajaran kimia menjadi lebih menarik dan pembelajaran lebih konstektual.
Diharapkan selama proses pembelajaran, tidak hanya konsep pembelajaran kimia saja yang dilalui oleh siswa, melainkan selama proses pembelajaran beberapa konsep antar mata pelajaran yang sejalan dengan pengalaman siswa selama pembelajaran dapat dilalui secara bersama-sama. Kedepan, diformulasikan kolaborasi pembelajaran proyek yang berbasis antar mata pelajaran.
Hal lain yang sudah penulis lakukan adalah memotivasi guru-guru yang bergerak dalam pembelajaran sosial untuk memanfaatkan kearifan lokal yang ada dalam proses pembelajaran. Aksi nyata yang sudah dilakukan, mengajak siswa mempraktikkan proses keterampilan menulis aksara Bali di atas daun lontar.
Keterampilan ini, selain menambah kecintaan siswa terhadap kebudayaan Bali yang semakin menipis, juga dapat memperkenalkan bahwa dalam keterampilan menulis lontar sangat kaya dengan pesan-pesan moral kehidupan yang diambil dari cerita-cerita Mahabrata dan Ramayana. Pesan-pesan moral ini diharapkan dapat dijadikan pedoman oleh siswa dalam menjalani kehidupan secara nya yang lebih bijaksana.
Penulis mengajak siswa memanfaatkan bahan alam yang ada di lingkungan sekitar sebagai media pembelajaran kimia. Misalnya, mengajak siswa menggunakan kunyit menguji bahan-bahan bersifat asam dan basa yang ada di dapur. Dengan mengetahui perubahan warna yang terjadi pada kunyit dalam asam dan basa, siswa diajak untuk menguji bahan-bahan yang ada disekitarnya untuk mengetahui asam atau basa.
Siswa juga bisa memanfaatkan kulit manggis sebagai indikator asam basa yang lain. Dalam pembelajaran tata nama senyawa alkana, penulis mengajak siswa untuk memanfaatkan ranting kayu. Hal ini dilakukan karena pengalaman siswa sering miskonsepsi dalam memberikan tatanama ketika struktur alkana dibalik.
Pendekatan pembelajaran mendalam tidak membatasi ruang tatap muka guru dan murid. Namun, di balik tidak terbatasinya ruang bertemu guru dan murid, hadir berbagai kebaikan yang dahsyat tentang perilaku sehat-higienis. Pembelajaran mendalam yang digagas menjadi obor untuk bergerak bersama mengatasi permasalahan pendidikan.
Pembelajaran mendalam menginspirasi hadirnya pendekatan pembelajaran nirbatas terhadap waktu, jarak, usia, ruang, regulasi, variasi, dan stratifikasi. Disinilah pembelajaran mendalam hadir secara harmoni agar implementasi pendekatan pembelajaran bermakna dan berdampak pada kualitas pembelajaran.
Pendekatan pembelajaran mendalam membangun pendidikan yang lebih baik, sekolah komprehensif dengan tujuan khusus dalam iklim sosial dan bidang akademik, memungkinkan warga sekolah untuk memodifikasi program untuk memenuhi kebutuhan dan peluang yang teridentifikasi.
Paparan ini memberikan ruang guru menjadi teladan, memotivasi menguatkan kemampuan untuk memberdayakan siswa. Tumbuh kembang secara holistik sejalan secara cipta, rasa, dan karsa. Tajam pikirannya, halus rasanya, kuat dan sehat jasmaninya.
Pembelajaran mendalam diharapkan membiasakan siswa untuk mengkaitkan fenomena alam dan kearifan lokal dalam proses pembelajaran. Guru memotivasi dan menginspirasi siswa untuk peduli dengan fenomena sosial. Guru perlu mengajak siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis, mengajak siswa mengkaitkan materi yang dipelajari dengan fenomena alam dan sosial yang ada di lingkungan siswa dan sekolah.
Penulis, Kepala SMA Negeri 1 Semarapura