
SINGARAJA, BALIPOST.com – Gubernur Bali, Wayan Koster resmi mengeluarkan Surat Edaran Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah. Dalam SE itu ada pembatasan produksi air minum dalam kemasan di bawah 1 liter. Kondisi inipun membuat pengusaha air minum protes.
Protes itu disampaikan langsung Direktur Utama PT Tirta Mumbul Jaya Abadi, Nyoman Arta Widnyana pada Senin (7/4). Ia menilai kebijakan yang dikeluarkan oleh Gubernur Koster tidak memihak Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia ( ASPADIN ) yang ada di Bali. Padahal sampah plastik yang dihasilkan dari air minum dalam kemasan itu bisa didaur ulang.
“Pemerintah seharusnya berpikir holistik. Artinya dagangan di mini market berbungkus plastic tidak boleh. harus sama rata dengan kita baru adil namanya. Contoh,beli minyak goreng, gula, kopi dan permen, itu kan pakai plastic semua. Ini seakan – akan kita saja yang seakan – akan menimbulkan sampah plastic,”kata Artha Widnyana.
Kondisi inipun membuat penjualan air minuman dalam kemasan merosot di Kabupaten Buleleng hingga berpengaruh pada omset perusahaan. Padahal sejak beberapa bulan belakangan ini, keberadaan air minum dalam kemasan khususnya Yeh Buleleng baru bangkit dari keterpurukan penjualan. Pihaknya pun kini mencari solusi dengan memperbanyak penjualan air galon agar keberadaan perusahaan tetap stabil. Termasuk inovasi pembuatan botol kaca.
“saat ini kita lebih push galon dalam jangka pendek itu yang banyak laku dengan air kemasan di bawah 1 liter. Sedangkan yang botol 600 mililiter hingga 1,5 liter agak kurang laku. Apalagi sekarang ada kewajiban menggunakan tumbler,”imbuhnya.
Artha menyebut, air minum dalam kemasan dibawah 1 liter itu merupakan produk paling laku di Kabupaten Buleleng. Hal ini dikarenakan produk ini mudah dijangkau oleh masyarakat kalangan menengah. “Sejak adanya edaran ini. Penjualan mulai redup. Selama ini banyak kita drop ke catering maupun ke masyarakat langsung, termasuk untuk upacara yadnya,”tandasnya.
Dengan kondisi ini, ASPADIN Bali pun berencana akan beraudiensi dengan Pemerintah Provinsi Bali dalam waktu dekat ini. Pihaknya berharap, Pemerintah bisa mempertimbangkan kebijakan yang sudah dikeluarkan ini.
“Feeling saya Se ini sulit ditarik, tapi ya namanya juga usaha. kalau saya melihat, kalau betul berpikir holistik dan semua produk yang kemasannya dari plastik tidak boleh jualan,”pungkasnya. (Yudha/Blipost)