Plt. Kepala Dinas KLH Provinsi Bali, I Made Rentin. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Lembaga usaha dilarang memproduksi air minum kemasan plastik sekali pakai dengan volume kurang dari 1 liter di wilayah Provinsi Bali. Hal ini tertuang dalam  SE Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah.

Namun, larangan ini menurut Plt. Kepala Dinas KLH Provinsi Bali, I Made Rentin, Selasa (8/4), masih memberikan toleransi. Bagi warung atau usaha dagang yang masih memiliki stok dagangan air kemasan dengan ukuran dibawah 1 liter, Rentin mengatakan agar menghabiskan stok dagangannya terlebih dulu.

Baca juga:  "Bakti Pertiwi Bali" Serahkan Sembako ke Keluarga Ketut Parta

“Kan ada masa peralihan. Jadi pelan tapi pasti kita berangsur edukasi mereka untuk prosesnya menghabiskan dulu. Setelah penghabisan itu tidak meminta stok baru untuk air kemasan di bawah 1 liter,” ujarnya.

Bali dikatakannya masuk kategori darurat sampah, termasuk sampah plastik. Dalam sehari jumlah sampah yang dihasilkan Bali sebanyak 3,4 – 3,5 ton, dan 17 persennya merupakan sampah plastik.

Oleh karena itu, pembatasan penggunaan plastik sekali pakai penting dilakukan. Sebab, sampah plastik tidak bisa dimanfaatkan kembali kecuali pada kategori tertentu.

Baca juga:  Amankan Nataru, Denpasar Siagakan Empat Posko

“Itulah alasan kenapa salah satu poin dalam Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 9 terkait Gerakan Bali Bersih Sampah melarang perusahaan memproduksi air minum kemasan di bawah 1 liter,” ujar Rentin.

Dikatakan, SE Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 tidak berdiri sendiri. Sebab, di pemerintah pusat sudah ada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup yang mengatur hal yang sama. Apalagi, peta jalan pengurangan sampah plastik dari produsen diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 75 Tahun 2019. Namun, realisasinya terlambat untuk diterapkan.

Baca juga:  Saat Mudik, Volume Sampah di Gilimanuk Mencapai 30 Kubik

Untuk kegiatan edukasi dan sosialisasi pada masyarakat luas mengenai penanganan sampah ini, Rentin akan memberdayakan komunitas lingkungan yang jumlahnya ratusan di Bali. Harapannya, edukasi, sosialisasi, dan informasi yang berkaitan dengan kebijakan pengolahan sampah di Bali dapat efektif dilakukan.

“Kebijakan itu tidak serta merta langsung sanksi, tidak. Kita awali dengan sosialisasi dan edukasi. Di dalam SE ada penetapan paling lambat 1 Januari 2026 sudah diterapkan. Artinya senggang waktu 2025 adalah masa kita untuk sosialisasi dan edukasi,” tegasnya. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN