
DENPASAR, BALIPOST.com – Mie adalah makanan favorit semua kalangan. Bahkan saat ini banyak muncul mie kekinian yang diracik mengikuti selera anak muda.
Namun, di tengah tren mie dengan rasa pedas manis yang digandrungi generasi muda, masih ada restoran yang tetap menjaga cita rasa khasnya selama berpuluh-puluh tahun.
Salah satunya, Bakmi Akiu, yang mampu tetap eksis selama 4 dekade (40 tahun).
Restoran yang menyajikan beragam bakmi dan kudapan pendamping ini sudah berdiri sejak 1985. Awalnya, kata juru bicara Bakmi Akiu, Utami Pramesti, bakmi ini dirintis oleh Suleman Budjang yang berasal dari Bangka.
Nama Akiu merupakan nama panggilan dari Suleman. Pada tahun 1978, Suleman memulai usaha bakminya di Bali dengan rombong.
Bisnis restorannya dimulai pada 1985 dengan membuka warung pertamanya di Jalan Nangka, Denpasar. “Nama usahanya dulu bukan tulisan Akiu, tapi A9 (Akiu). Di saat pandemi pada 2020, usaha ini sempat tutup,” papar Utami yang menjabat sebagai Corporate Secretary ditemui di Jl. Mahendradatta Selatan, Denpasar.
Baru pada 2023, usaha bakmi ini dibuka kembali di bawah pengelolaan sang anak dan dua investor. Usahanya kembali bangkit dengan konsep yang lebih modern, nyaman, namun tetap mengedepankan cita rasa yang sudah bertahan puluhan tahun.
Keunikan dari bakmi yang dirintis Suleman ini adalah tiga jenis mi yang digunakan. Penikmat kuliner bisa memilih mi kecil, mi besar, dan mi tipis.
Selama 2 tahun bertransformasi, bisnis bakmi ini bisa dibilang sangat sukses. Kehadirannya dengan konsep baru tersebut menarik minat tak hanya generasi tua yang lebih dulu mengenal keberadaan bakmi ini, namun juga generasi muda.
“Saat ini kami sudah membuka 7 outlet. Tahun ini targetnya akan dibangun lagi 4 outlet. Ini bukan hanya tentang ekspansi bisnis, tetapi juga tentang bagaimana Bakmi Akiu ingin terus dekat dengan komunitas. Salah satu upayanya dengan lari bersama komunitas pelari Bali, pemberian santunan dan buka puasa bersama dengan panti asuhan,” ujar perempuan asal Munggu, Badung ini.
Soal menjaga cita rasa, ia pun mengaku manajemen terus berupaya mempertahankan. Salah satu caranya dengan mensentralisasikan racikan yang akan digunakan di seluruh outlet. “Jadi kami memperhatikan kualitas yang disajikan dengan bahan yang selalu fresh. Mi yang dijual juga dibuat dari nol dan diproduksi di satu dapur utama yang kemudian didistribusikan ke seluruh outlet,” urainya. (Diah Dewi/balipost)