
DENPASAR, BALIPOST.com – Bali sedang darurat sampah. Untuk itu, perlu langkah bersama dalam menanganinya. Demikian disampaikan Ketua TP PKK Provinsi Bali, Ny. Putri Koster saat membuka pameran bertajuk “Seni untuk Perubahan: Merayakan Keindahan Alam Bali” pada Kamis (10/4) di Sanur, Denpasar.
Ia pun menegaskan mindset masyarakat harus diubah. “Bahwa siapa yang membuat sampah, dia harus bertanggung jawab terhadap sampahnya,” tegasnya.
Ia menyebut saat ini pemerintah Bali sedang semangat dalam menangani sampah. Terlebih, Presiden Prabowo Subianto sudah mengisyaratkan bahwa tidak hanya Bali, Indonesia sedang darurat sampah. “Dan beliau juga berkenan menjadikan Bali untuk proyek penanganan sampah. Hingga Indonesia ini benar-benar tidak ada TPA (tempat pembuangan akhir, red) lagi,” ujarnya.
Perempuan yang akrab disapa Bunda Putri ini pun menyebutkan dalam pemerintahan Gubernur Wayan Koster di periode pertama, ada beberapa peraturan tentang penanganan sampah yang dibuat. Terbaru, di periode pemerintahan keduanya, Gubernur Koster mengeluarkan Surat Edaran (SE) No. 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah.
“Semuanya itu terkait sampah dan pengelolaan sampah berbasis sumber, yang dimaksud adalah dimana muncul sampah selesaikan di sana. Sehingga sampah tidak akan meluber lagi ke tempat lain,” paparnya.
Ia pun mengajak masyarakat memperkuat pemahaman terkait penanganan sampah. “Mari literasi kita perkuat bahwa apa yang menjadi tanggung jawab pemerintah adalah membuat peraturan, regulasi, dan membuat masyarakat menjalankan aturan itu. Jangan sampai pemerintah sudah membuat regulasi, masyarakat tidak menjalankannya,” ujar Bunda Putri yang juga seorang seniman ini.
Paling tidak di 2025, jika TPA Suwung ditutup, diharapkan semua desa di Bali sudah siap menyelesaikan sampahnya.
Karena jika dihitung, di satu desa menghasilkan sampah sebanyak 4.000 ton dalam sebulan. Tapi setelah dikelola yang organiknya, sampah anorganik yang tersisa di bawah 1.000 ton. “Bila semua ini berjalan, bila 1.500 desa adat melakukan dengan baik, Bali akan bersih,” sebutnya.
Dalam konteks pameran yang berlangsung di Sudakara Artspace, ia menilai hal ini sangat positif. Sebab, pameran ini merupakan kolaborasi antara komunitas dan seniman lokal Bali.
Founder Yayasan Sudamala Bumi Insani, Ben Subrata mengatakan pelaksanaan pameran ini wujud nyata untuk menjadi berkah bagi bumi dan manusianya. “Kita akan melakukan pilar keempat, menyangkut bumi, lingkungan hidup,” sebutnya.
Ia mengaku selalu berpesan kepada pengelola yayasan agar membantu komunitas yang bekerja secara profesional di bidang masing-masing sehingga dana yang dikucurkan tersalurkan kepada masyarakat mau pun persoalan yang ditanganinya. “Malu Dong sudah terbukti kerjanya karena telah 16 tahun berkecimpung dalam aktivitas lingkungan,” sebutnya.
Pendiri Komunitas Malu Dong, Komang Sudiarta mengatakan pameran ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan isu lingkungan, khususnya masalah polusi plastik yang makin parah di Bali. “Saya melihat alam kita sudah tercemar karena kita-kita ini,” ujarnya.
Ia melihat yang perlu diperbaiki adalah manusianya sehingga pihaknya selalu mengadakan kegiatan-kegiatan di sekolah untuk membangun generasi baru yang peduli terhadap sampah dan lingkungan. “Jika tidak, sampai kiamat kita tidak akan bisa mengatasinya. Seharusnya masyarakat punya tanggung jawab,” tegasnya.
Pameran yang berlangsung sebulan ini menggandeng 13 perupa dengan tema “Nyampaht.” Belasan seniman ini, di antaranya Uuk Paramahita, Ni Way, I Made Gunawan, Jango Paramartha, dan Made Kaek, menyumbangkan 3 karyanya untuk dilelang. Hasil lelang dari puluhan karya ini akan digunakan untuk mengatasi persoalan sampah di Bali oleh Komunitas Malu Dong. (Diah Dewi/balipost)