
MANGUPURA, BALIPOST.com – Penjor merupakan sarana upakara yang tidak bisa dilepaskan saat pelaksanaan Hari Suci Galungan.
Pun, pada perayaan Galungan yang jatuh pada Rabu (23/4), penjor sudah mulai dipasang oleh umat Hindu di depan rumah masing-masing.
Namun, ada pergeseran tradisi pemasangan penjor saat ini. Penjor yang sedianya dipasang sehari sebelum Galungan atau saat Penampahan Galungan, justru sudah dipasang 2-3 hari sebelumnya.
Sejak Minggu (20/4), penjor sudah mulai terlihat di depan rumah umat Hindu.
Dikutip dari berbagai sumber, Penjor Galungan dipasang siang hari saat Penampahan Galungan dikarenakan saat itu dianggap sebagai momen ketika manusia telah mampu menaklukkan hawa nafsu dan pikiran negatif, sehingga siap menyambut kehadiran hari suci Galungan.
Selain itu, sesuai keyakinan, leluhur akan datang ke pemerajan dan penjor segar ini merupakan bentuk penghormatan secara sekala.
Dalam ajaran Hindu Bali, penjor melambangkan Naga Basuki, simbol kesejahteraan dan kemakmuran. Lengkungannya menyerupai Gunung Agung, yang dipercaya sebagai tempat bersemayam para dewa dan menjadi simbol kehidupan serta keselamatan.
Sejumlah umat Hindu yang ditanya soal pemasangan penjor ini mengaku lebih memikirkan kepraktisan dan waktu mereka untuk memasangnya. Terpenting, dalam melakukannya, ketulusan dan keikhlasan menjadi landasan utama.
Putu Tika (17), warga Desa Adat Gerih, Badung, mengungkapkan biasanya memasang penjor pada pagi hari di Penampahan Galungan.
“Karena di Penampahan, sesuunan lunga macecingak di wewidangan Desa Adat Gerih, saya biasanya memasang sebelum Penampahan atau Penampahan pagi karena sesuunan lunga sore agar penjor mendapat tirta waktu sesuhunan lunga,” ujarnya saat ditemui sedang memasag penjor di depan rumahnya, Selasa (22/4).
Senada disampaikan Yan Jack (23) yang juga berasal dari Gerih. Ia memilih memasang penjor saat pagi hari di Penampahan Galungan.
“Siangnya saya memasang wastra di merajan beserta gantungan dan ceniga, jadi penjor pagi-pagi sudah dipasang,” ungkapnya.
Sementara itu, Bayu Nugraha (17), asal Abiansemal, mengakui banyak warga yang memasang penjor lebih awal.
“Dulu umumnya saat Penampahan, sekarang banyak yang lebih awal supaya pekerjaan tidak menumpuk,” jelasnya.
Ia juga menekankan bahwa dalam beraayadnya, ketulusan dan keikhlasan jauh lebih penting.
Terkait anggaran, pembuatan penjor, Putu Tika mengaku menghabiskan sekitar Rp600.000 untuk penjor dengan banyak variasi. Namun, jika menggunakan bahan dari alam sekitar, anggarannya bisa ditekan hingga Rp100.000.
Sementara Yan Jack menyebut anggaran pembuatan mencapai Rp500.000 karena naiknya sejumlah bahan utama penjor. Ia menyebut harga daun ental kini mencapai Rp80.000 per buah. (Pande Paron/balipost)