
DENPASAR, BALIPOST.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Bali mengedukasi masyarakat terkait sejumlah modus kejahatan keuangan yang perlu diwaspadai seiring perkembangan teknologi digital.
“Masyarakat mampu menghindari penawaran investasi ilegal, pinjaman online ilegal dan kejahatan keuangan digital,” kata Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) OJK Provinsi Bali Ananda R Mooy di Denpasar, Selasa (22/4).
Dalam edukasi itu regulator lembaga jasa keuangan menghadirkan narasumber Kepala Unit I Sub Direktorat III Direktorat Reserse Siber Polda Bali Ajun Komisaris Polisi (AKP) I Made Martadi Putra.
Ada pun berbagai modus kejahatan keuangan ilegal yang marak terjadi di antaranya seperti penipuan online/daring seperti phishing dan scam, memanipulasi psikologis untuk mendapatkan data pribadi (social engineering), pencurian data pribadi (sniffing), dan transfer pencucian uang (money mule).
Kemudian pemerasan melalui telepon berbasis video (video call), hadiah (giveaway) palsu, penipuan segitiga penjual pembeli kendaraan, bukti transfer menggunakan kecerdasan buatan (AI), rumah kos, serta penipuan kerja paruh waktu.
Sebagai upaya pencegahan, dilansir dari Kantor Berita Antara, Ananda meminta agar masyarakat tidak menampilkan atau memberikan data pribadi di media sosial, tidak mudah percaya, tidak asal klik dan mengunduh aplikasi, serta selalu membarui atau mengganti kata kunci (password) secara berkala dan memiliki cadangan data pribadi.
Edukasi keuangan itu diberikan kepada jemaat Kristen di Denpasar sehubungan perayaan Paskah bekerja sama dengan Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Bali.
Ananda menambahkan edukasi keuangan menyasar masyarakat dalam momentum khusus hari besar keagamaan setelah sebelumnya diadakan serangkaian Hari Raya Idul Fitri terkait keuangan syariah.
Rencananya, pihaknya juga mengadakan edukasi pada 30 April 2025 kepada masyarakat serangkaian Hari Raya Galungan dan Kuningan di Bali.
“Melalui edukasi kepada seluruh elemen masyarakat di Bali diharapkan dapat mendukung ekosistem industri jasa keuangan yang inklusif, inovatif dan berkelanjutan,” ucapnya.
Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) pada 2024, indeks literasi keuangan nasional sebesar 65,43 persen sedangkan indeks inklusi keuangan sebesar 75,02 persen.
OJK mencatat hasil itu mencerminkan masih adanya celah antara literasi dan inklusi keuangan sehingga pihaknya menggenjot edukasi keuangan agar dapat semakin meningkatkan indeks literasi dan inklusi keuangan baik di tingkat nasional maupun daerah. (kmb/balipost)