Proses pembibitan mangrove di Tahura Ngurah Rai (BP/May)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kehidupan masyarakat pesisir tidak bisa lepas dari kondisi ekosistem lahan gambut salah satunya mangrove. Maka dari menjaga kawasan mangrove memberi dampak ganda bagi masyarakat pesisir yaitu dampak ekonomi dan lingkungan.

Ketua KUB Nelayan Segara Guna Batu Lumbang, I Wayan Kona Antara, ditemui di Tahura Ngurah Rai, Sabtu (26/4), menuturkan, anggota KUB sebagian besar bergantung pada aktivitas nelayan, namun sebagian kecil ada yang mengambil pekerjaan lain seperti di perusahaan swasta dan pariwisata. “Kalau kita rajin berkegiatan di mangrove ini, dapur kita tidak akan berhenti mengepul,” ujarnya.

Jika setiap hari nelayan melaut mencari udang, kepiting, ikan, diakui bisa mendapatkan Rp250ribu sehari. Apalagi dengan adanya bonus pariwisata mangrove, maka nelayan bisa mendapatkan tambahan penghasilan.

Masyarakat di wilayah Pemogan ini, awalnya tidak terorganisasi dengan baik. Namun 2005, ia berinisiatif membuat wadah bagi nelayan dengan membentuk KUB Nelayan Segara Guna Batu Lumbang.

“Kepiting bakau tumbuh dengan bagus, udang ,ikan, kerang, juga bagus kami tak perlu menangkap ikan ke laut lepas, hanya di magrove sudah bisa menghidupi dapur kami,” ujarya.

Baca juga:  Selama Arus Balik dan Mudik Lebaran, Tol Bali Mandara Diskon 15 Persen

Selain itu, dari 33 jenis mangrove yang ada di Bali, 4 jenis di antaranya bisa diolah seperti menjadi sirup, keripik, teh, dan kopi mangrove.

Salah satu jenis mangrove yang mampu diolah yaitu Sonneratia caseolaris. Jenis ini bisa diolah menjadi sirup dan mempunyai kandungan vitamin C yang sangat tinggi. Ada pula kopi mangrove yang berasal dari jenis mangrove Rhizophora mucronata.

Teh mangrove yang berasal dari jenis mangrove Acanthus ilicifolius, stik mangrove yang berasal dari Bruguiera gymnorhyza.

“Stik mangrove ini mempunyai kandungan karbohidrat lebih tinggi dari beras, sesuai uji lab Universitas Dhyana Pura. Kandungan karbohidratnya 80 persen lebih tinggi daripada beras sehingga kalau Bruguiera gymnorhyza dikembangkan, bisa menjadi cadangan pangan ke depan yang bisa diolah menjadi tepung, dan lain-lain,” bebernya.

Sebelum mangrove diolah menjadi bahan pangan, kandungan tanin pada buah mangrove harus dihilangkan dengan cara direndam dan dicampur arang kayu. Jika tidak dihilangkan dapat beracun bagi yang mengonsumsi.

Baca juga:  Tak Melaut Cukup Lama Karena Cuaca Ekstrem, Nelayan Tabanan Dibantu 23 Ton Beras

Namun olahan mangrove tidak dipasarkan bebas, hanya bisa dinikmati ketika berwisata ke ekowisata mangrove Batu Lumbang.

Dengan mengolah mangrove menjadi aneka bahan pangan, kelompoknya mampu meraup keuntungan bersih Rp37 juta. Sedangkan dari pengelolaan ekowisata mangrove, kelompok pengelola ekowisata telah meraih keuntungan Rp300 juta.

Ia juga membentuk koperasi nelayan untuk mempermudah nelayan mengakses permodalan. Dibentuk juga Poklahsar (kelompok pengolah dan pemasar) yang terdiri dari ibu-ibu dan istri nelayan Mina Lestari Batu Lumbang yang bisa mengolah mangrove menjadi pangan.

Tak berhenti di situ, agar circle ekonomi dapat berkesinambungan, dibentuk kelompok muda mudi nelayan yang diberi nama Yowana Mina Segara Guna Batu Lumbang, sebagai penerus para nelayan sekaligus pecinta lingkungan mangrove.

Meski kegiatan di mangrove dan pesisir ini telah puluhan tahun dilakoni, namun masalah sampah kerap mengganggu aktivitas nelayan yang belum mampu diselesaikan. Mengingat kawasan Tahura Ngurah Rai, menjadi area hilir dari dua sungai yaitu Tukad Badung dan Tukad Mati.

Untuk itu, 22 anggotanya mendapat tugas memungut sampah di kawasan mangrove. Sebanyak 8-10 ton sampah per bulan terkumpul, bahkan saat musim hujan bisa lebih.

Baca juga:  Tanaman Terpapar Abu Vulkanik, Petani Pemuteran Rugi Puluhan Juta Rupiah

Kepala UPTD Tahura Ngurah Rai I Ketut Subandi mengatakan, sesuai SK Menteri LHK luasan kawasan Tahura Ngurah Rai yaitu 1.373 ha. Tahun 2015 terjadi pengurangan lahan hutan akibat pelepasan kawasan seperti di area BTID seluas 62,5 ha.

Dari 33 jenis mangrove yang ada di Tahura Ngurah Rai, 17 jenis merupakan jenis mangrove sejati, sisanya adalah mangrove asosiasi. “Kami berusaha mengembangkan dengan melakukan penanaman kembali seperti di Benoa berkolaborasi dengan Mangrove Ranger melakukan penanaman dan hingga kini luasannya telah mencapai 10 ha, menambah luasan areal mangrove,” ujarnya.

Direktur Pengelolaan Ekosistem Gambut LHK Edi Nugroho mengatakan, mangrove memiliki peran besar dan penting untuk keberlanjutan kehidupan manusia. Dalam ekosistem mangrove ada akar -akar mangrove, yang mampu menyerap karbon di udara dan tanah. Ada tiga ekosistem di lahan gambut yaitu mangrove, padang lamun dan terumbu karang. Ketiganya saling mengisi, dan saling mendukung sehingga perlu dijaga. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN