Beberapa wisatawan mancanegara (wisman) berjalan sambil melihat produk disalah satu toko di Canggu, Badung. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Maraknya vila dan homestay ilegal serta kos-kosan elit di Bali menjadi ancaman pariwisata Bali ke depan.

Pasalnya, banyak wisatawan asing (wisman) memanfaatkan hunian ilegal ini sebagai tempat tinggal mereka selama liburan di Bali. Akibatnya, tingkat hunian hotel dan vila legal tidak sesuai dengan kunjungan wisman ke Bali.

Pengamat Pariwisata Universitas Udayana, Prof. Dr. I Putu Anom, B.Sc., M.Par., mengakui bahwa saat ini banyak vila, homestay hingga kos-kosan elit bermunculan yang tidak memiliki izin pariwisata.

Pemerintah diharapkan bisa menindak tegas akomodasi pariwisata yang tidak berizin ini. Apalagi PHR merupakan salah satu sumber pendapatan terbesar pemerintah daerah di Bali, khususnya di wilayah Kabupaten Badung, Kota Denpasar, dan Kabupaten Gianyar.

“Ini kasus-kasus yang harus dicermati. Dan ada wisatawan yang lama tinggal di Bali terus meng-handle teman-temannya. Itu harus dilarang, pemerintah harus tegas. Wisatawan yang visa berwisata gak boleh berbisnis,” kata Prof. Anom, Minggu (27/4).

Baca juga:  Buleleng Juga Kebanjiran Pengungsi Gunung Agung, Capai Lebih 5.000 Jiwa

Akomodasi pariwisata ilegal ini pun dimanfaatkan oleh wisman ketika berlibur ke Bali. Mereka melakukan pemesanan lewat online (daring).

Dikatakan, pemasaran bangunan yang tidak memiliki izin pariwisata ini bebas dari kewajiban Pajak Hotel dan Restoran (PHR). Sehingga, berdampak pada bocornya pendapatan daerah dari PHR.

Diungkapkan, bahwa Pemerintah Provinsi Bali menjadikan PHR di Kabupaten Badung, Kota Denpasar, dan Kabupaten Gianyar untuk mendorong pemerataan pembangunan antarwilayah di Pulau Dewata.

Melalui skema BKK (Bantuan Keuangan Khusus), ketiga kabupaten/kota ini akan menyisihkan 10 persen pendapatan PHR kepada 6 kabupaten lain di Provinsi Bali.

Dana tersebut akan disalurkan untuk mendukung pembangunan proyek strategis dan infrastruktur penting di 6 kabupaten penerima, dengan tujuan memperkuat sinergi pembangunan antarwilayah dan mengurangi ketimpangan ekonomi serta sosial di Bali.

Baca juga:  Dipicu Kenaikan Harga BBM, Inflasi Indonesia 2022 Diproyeksi Naik

Wakil Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga BPD PHRI Provinsi Bali, Anak Agung Ngurah Adhi Ardhana mengatakan penertiban memang mendesak dilakukan.

Mantan Ketua Komisi III DPRD Provinsi Bali ini mengatakan bahwa saat ini pariwisata sangat rentan atas pemberitaan negatif. Sehingga, pemerintah harus dapat menegaskan dan memastikan layanan wisata adalah sesuai dengan layanan yang dijanjikan oleh pelaku maupun pemerintah.

Selanjutnya bagaimana memastikan semua berkeadilan, baik pihak industri maupun pihak masyarakat. “Jadi siapa atau jenis usaha apa yang bisa menyediakan layanan sewa kamar atau sejenisnya harus ditegaskan sesuai standar minimal yang ditetapkan, bukan sekadar melarang atau menertibkan, padahal rakyat juga berhak menikmati kue pariwisata,” sarannya.

Apabila hal ini berjalan sinergi antara masyarakat dan pemerintah terkait industri pariwisata, terutama akomodasi dengan sendirinya pajak akomodasi PHR akan menyesuaikan. Mengingat rendahnya pelanggaran. Dengan demikian, industri pariwisata akan merasa adil, dan berusaha semakin gencar melakukan pemasaran.

Baca juga:  Nyambi Jual Narkoba, Tukang Pijat Dibui Enam Tahun

Sementara itu, Dinas Pariwisata (Dispar) Provinsi Bali telah menjadwalkan pertemuan dengan jajaran dinas pariwisata di kabupaten/kota dan asosiasi terkait. Rencana pertemuan ini atas arahan Kementerian Pariwisata (Kemenpar).

Kepala Dispar Bali, Tjok Bagus Pemayun mengatakan rencana pertemuan ini dilakukan untuk memeriksa fakta dari isu banyaknya wisatawan mancanegara (wisman) di Bali yang tidak sesuai dengan keterisian hotel. Pasalnya, data dari Kemenpar bahwa tren wisman ke Bali ramai, namun keterisian hotel sepi.

Pihaknya menjadwalkan pertemuan ini dilakukan pada Senin (28/4) ini, di Kantor Dispar Bali. Dalam pertemuan nanti akan menyocokkan kondisi di lapangan dengan data kunjungan yang juga berkolaborasi dengan Badan Pusat Statistik (BPS) Bali dan Bank Indonesia (BI) Bali, sehingga isu di media sosial dapat terjawab. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN