SEMARANG, BALIPOST.com – Akhir Mei 2017 ini akan memasuki Bulan Ramadan.  Menteri Pariwisata Arief Yahya mengucapkan selamat menyambut Bulan Suci Ramadan, Selamat Berpuasa, tetap ceria, tetap berwisata di bulan puasa. “Di pariwisata ada Wisata Religi, misalnya Tour Wali Songo dari Cirebon, Demak, Kudus, Tuban, sampai Surabaya,” kata Menteri Pariwisata Arief Yahya.

Di Jawa Timur juga ada banyak daerah yang tetap ramai di bulan Ramadan. Di Kota Kudus, 10 hari sebelum mula puasa, ada tradisi Dandangan, jalan Sunan Kudus dari keluar Masjid Menoro sampai ke Simpang Tujuh ditutup untuk bazar dan orang berjualan.

Di Kota Semarang menyambut kedatangan Bulan Suci Ramadan yang tinggal beberapa hari lagi dengan tradisi unik yaitu Dugderan. Acara Dugderan ini berisi karnaval yang diikuti pasukan merah putih, drumband, pasukan pakaian adat berbagai daerah, meriam, warak ngendok, serta berbagai kesenian di Semarang yang akan dilaksanakan satu hari sebelum bulan puasa, 24-25 Mei 2017.

Baca juga:  Jangan Dijual Murah, Bali Diharapkan Jadi Destinasi Berkualitas Dunia

Walikota Semarang Hendrar Prihadi menjelaskan, Dugderan merupakan tradisi sejak tahun 1881. Kala itu RMT Aryo Purbaningrat untuk pertama kalinya membunyikan bedug dan meriam di Masjid Agung Semarang untuk memberitahukan awal bulan Ramadan. Kejadian itu akhirnya dilestarikan sebagai tradisi menjelang Bulan Ramadan dan ditambahi karnaval untuk menghibur warga Kota Semarang.

“Dugderan sudah menjadi event nasional yang ditunggu masyarakat tidak hanya warga Semarang saja. Meski ada beberapa perubahan yang disesuaikan dengan perkembangan zaman, Dugderan tak pernah berkurang maknanya,” jelas Hendrar Prihadi, Senin (22/5).

Arak-arakan dugderan yang dimulai dari depan kantor Balaikota di Jalan Pemuda menuju Masjid Kauman di Kawasan Pasar Johar Semarang. Di karnaval ini ada satu hal yang dianggap unik, yaitu keberadaan Warak Ngendok. Yaitu suatu makhluk imajiner yang hanya bisa dijumpai dalam Karnaval Dugderan.

Baca juga:  AP-2 Janjikan Insentif untuk Nge-RON ke Luar Soetta

“Warak Ngendok ditampilkan menyerupai sosok binatang dengan mulut menganga lebar dan lidah menjulur. Kaki makhluk ini dihiasi dengan rantai. Warak Ngendok sejenis binatang rekaan yang memadukan tiga unsur hewan. Makhluk ini juga sebagai simbol kerukunan antaragama dan suku yang terdapat di Semarang,” jelas Hendrar.

Meriahnya Dugderan, lanjut Hendrar, tak hanya terjadi pada puncak acara festival. Seminggu sebelum puncak festival, digelar pasar rakyat yang menjual aneka macam barang seperti mainan tradisional, busana muslim, hingga ragam kuliner yang tumpah ruah.

”Acara penabuhan Bedug Masjid Agung dan membunyikan meriam di halaman kabupaten, masing-masing dibunyikan tiga kali sebagai tanda mulainya tradisi Dugderan,” tuturnnya.

Deputi Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara Esthy Reko Astuti menilai, penyelenggaraan event dan festival budaya Kota Semarang ini sangat efektif untuk mempromosikan Kota Semarang sebagai salah satu destinasi wisata unggulan.

Baca juga:  Kemenpar Promosikan Gaung Sail Sabang di Aceh Night in Bali

“Tradisi Dugderan sangat menarik bagi wisatawan yang ada di Kota Semarang, sehingga ke depan kita bisa terus kerjasama untuk mempromosikan kegiatan ini sebagai daya tarik pariwisata,” ujar Esthy.

Menteri Pariwisata Arief Yahya meyakini jumlah wisatawan khususnya wisatawan muslim akan banyak datang ke Indonesia saat Ramadan nanti. Terlebih Kota Semarang menjadi pintu masuk (entry gate) untuk destinasi Joglosemar (Jogya, Solo, dan Semarang), sedangkan Borobudur yang ditetapkan sebagai satu di antara 10 destinasi prioritas menjadi magnet utama dalam membangun kerjasama pariwisata Joglosemar.

“Jumlah wisman tahun ini akan meningkat. Tahun lalu saja, Indonesia menjadi negara kedua terbaik sebagai destinasi Ramadan. Apalagi tahun ini Ramadan jatuh pada bulan Mei-Juni di mana negara Timur Tengah sedang dilanda suhu panas 40-50 derajat celcius,” kata Menpar Arief Yahya. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *