DENPASAR, BALIPOST.com – Oknum Perbekel Desa Baha, Badung, I Putu Sentana (57), Rabu (13/2), dihukum penjara selama empat tahun enam bulan (4,5 tahun). Terdakwa dalam sidang Pengadilan Tipikor Denpasar, dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi APBDes secara berlanjut, hingga merugikan keuangan negara sebesar Rp. 1.006.633.856,95.
Majelis hakim pimpinan Bambang Ekaputra dalam amar putusannya menyatakan sependapat dengan jaksa. Dimana, terdakwa terbukti bersalah dalam dakwaan primer, melanggar Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 ayat 1 huruf b, UU No. 31 tahun 1999 tentang Tipikor, sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 tahun 1999, Jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
Selain dihukum selama 4,5 tahun, terdakwa juga di hukum membayar denda Rp 200 juta, subsider dua bulan kurungan, dan hukuman tambahan, yakni membayar uang pengganti sebagai akibat kerugian keuangan negara sebesar Rp 1.006.633.856,95. Apabila dalam waktu satu bulan setelah perkara ini mempunyai hukuman tetap terdakwa tidak membayar, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutupi kerugian keuangan negara. Bilamana harta benda tidak cukup, maka diganti dengan pidana kurungan selama satu tahun enam bulan.
Mendengar putusan itu, terdakwa menyatakan pikir-pikir. Hal senada juga disampaikan jaksa, dan menyatakan pikir-pikir atas putusan majelis hakim. Vonis tersebut sejatinya lebih rendah dari tuntutan jaksa. JPU Suryawan dan Kadek Wahyudi sebelumnya menuntut supaya terdakwa dihukun selama lima tahun penjara. Di samping itu denda Rp 200 juta, subsider tiga bulan kurungan. Jaksa juga memberikan hukuman tambahan pada terdakwa, yakni membayar uang pengganti sebagai akibat kerugian keuangan negara sebesar Rp. 1.006.633.856,95. Apabila terdakwa tidak bisa membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama dua tahun enam bulan.
Sebelumnya, I Putu Sentana diadili atas dugaan korupsi APBDes Baha senilai Rp 1 miliar.
Kepala Desa atau Perbekel Baha itu oleh jaksa diduga melakukan perbuatan tersebut pada tahun anggaran 2016/2017. Pada tahun anggaran 2016, Desa Baha menerima dana sebesar Rp 7,8 miliar lebih yang bersumber dari beberapa pos pendapatan. Antara lain Pajak Hotel dan Restoran (PHR), Dana Desa, Alokasi Dana Desa, Bantuan Khusus Kabupaten, dan Pendapatan Asli Daerah.
Sementara pada pos program, ada beberapa kegiatan yang tidak dilaksanakan. Kemudian ada yang terlaksana namun anggarannya masih sisa. Besarnya mencapai Rp 835,2 juta lebih dan tersimpan di rekening tabungan terdakwa selaku Perbekel Desa Baha.
Dana yang tersisa atau biasa disebut Sisa Lebih Pagu Anggaran (Silpa) tersebut disampaikan dalam laporan pertangungjawaban yang disampaikan terdakwa dalam Buku Kas Umum Desa. Namun saat ada pemeriksaan dari Inspektorat Pemerintah Kabupaten Badung terdapat selisih antara Buku Kas Umum Desa dengan saldo rekening Desa.
Di buku kas umum desa, dana silpa yang tertera sebesar Rp 835,2 juta. Sementara dalam rekening desa terdapat saldo sebesar Rp 26,7 juta. “Sehingga terdapat selisih sebesar Rp 776.453.611. Dan, setelah dilakukan konfirmasi, terdakwa mengakui telah menggunakan uang tersebut untuk kepentingan sendiri sebagaimana surat pernyataan Nomor : 145/1133/Keu tanggal 27 Desember 2016,” ungkap jaksa.
Sedangkan untuk realisasi pengeluaran belanja, saksi Ni Nyoman suartini selaku Bendahara Desa mencatat seluruh transaksi pengeluaran belanja ke dalam buku kas umum sesuai bukti pertangungjawaban yang telah disetujui terdakwa dalam Surat
Permintaan Pembayaran.
Dari data transaksi buku kas umum dan transaksi penarikan uang pada rekening bank milik Desa Baha menunjukkan bahwa nilai transaksi seluruh pengeluaran belanja pada buku kas umum lebih kecil dibandingkan dengan nilai seluruh penarikan uang pada rekening bank.
Berdasarkan hasil audit BPKP periode 2016 sampai 2017 (sampai dengan tanggal 17 April 2017), uang kas Desa Baha yang tidak ada pertanggungjawabannya adalah; saldo awal 2016 sebesar Rp 294,6 juta; periode 2016 sebesar Rp 502.01 juta; periode 2017 (s/d tanggal 17 April) sebesar Rp 209,98 juta. “Atau total sebesar Rp 1 miliar,” beber jaksa. (miasa/balipost)