NEGARA, BALIPOST.com – Para pembuat alat musik Jegog sejak beberapa tahun ini kesulitan mencari bahan bambu. Bambu petung yang berdiameter besar, semakin jarang bahkan sulit ditemukan di Jembrana, asal muasal alat musik Jegog. Sehingga para perajin harus mencari keluar Jembrana seperti Tabanan dan Karangasem.
Sejumlah seniman Jegog mengakui bahan bambu yang digunakan untuk instrumen di posisi paling belakang itu memang sulit didapatkan di Gumi Makepung. Padahal bambu itu dulunya mudah ditemui di pinggiran hutan di Jembrana. “Sekarang hampir tidak ada (bambu petung), harus memesan di Tabanan atau Gianyar,” ujar Oka, pemain Jegog asal Kelurahan Sangkaragung.
Ketika gamelan bambu itu pecah, maka akan kesulitan dan biayanya cukup besar. Apalagi, saat pementasan Jegog dilakukan mebarung (bertarung) antar-sekaa. Saat mebarung, sekaa harus menyiapkan cadangan gamelan ketika bambu pecah.
I Ketut Daton, seniman tabuh Jegog dari Desa Kaliakah ditemui beberapa waktu lalu juga mengakui sulitnya memperoleh bahan bambu petung itu. Saat ini untuk mencari bambu yang berukuran besar tidak lagi bisa diperoleh di Jembrana.
Tiing Petung hanya masih bisa diperoleh di Tabanan, itupun kualitasnya tidak sekuat bambu dulu. Namun, untuk bambu jajang atau santang (lebih kecil) untuk suwir, kantil dan barangan masih bisa diperoleh.
Ketut Dernen, seniman penyetel gamelan Jegog asal Pancardawa, Kelurahan Pendem mengatakan gamelan Jegog memiliki keistimewaan. Bambu yang digunakan pun juga harus yang terpilih.
Selain perangkat yang besar, nada suara lazimnya berubah saat berganti cuaca/iklim. Misalnya, ketika alat musik bambu itu dibawa ke daerah dataran tinggi yang dingin, ketika ditabuh suaranya pasti berubah.
Penerima penghargaan Satya Laksana Dharma Kusuma tahun 2013 ini berharap alat musik Jegog bisa sejajar dengan alat musik lainnya. Kendati dengan kondisi instrumen yang cukup boros tempat. (Surya Dharma/balipost)