DENPASAR, BALIPOST.com – Majelis hakim tipikor pimpinan Made Sukereni yang menyidangkan kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) pungutan liar (pungli) di Tulikup, Gianyar, Rabu (1/3), menolak seluruh eksepsi pihak terdakwa.
Dalam putusan sela, majelis hakim berpendapat bahwa eksepsi yang diajukan terdakwa melalui kuasa hukumnya sudah masuk pokok materi perkara. Sehingga eksepsi terdakwa ditolak dan meminta jaksa I Wayan Suardi dkk., untuk selanjutnya membuktikan dakwaan yang telah disusun. Namun karena tidak membawa saksi, maka hakim menunda sidang. Pemeriksaan saksi mulai diagendakan pekan depan.
Sebelumnya, JPU Wayan Suardi dan Megawati, Rabu (1/2), membawa tiga terdakwa ke Pengadilan Tipikor Denpasar. Mereka yang duduk di kursi pesakitan adalah I Nyoman Prananjaya selaku Perbekel atau Kades Tulikup, I Gusti Ngurah Oka Mustawan, ST., Kelian Dusun Banjar Menak, dan I Gusti Ngurah Raka Pakaseh atau Kelian Subak asal Banjar Siut, Tulikup, Gianyar.
Dalam surat dakwaanya, JPU di hadapan majelis hakim pimpinan Made Sukereni, mengatakan bahwa ketiga terdakwa pada Jumat 16 Desember 2016 lalu, diduga melakukan, menyuruh melakukan perbuatan dengan maksud menguntungkan diri sendiri, atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasan, memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
Jaksa mengatakan, kasus ini berawal pada 21 November 2016, saat saksi I Gusti Ngurah Chrisna Diana, S.T., menyuruh adiknya, I Gusti Ngurah Iska Juliahedi, mencari surat pengantar dari Kadus Banjar Menak, Pakaseh Subak Siyut dan Kades Tulikup, untuk pengurusan permohonan sertifikat tanah milik ayah saksi, I Gusti Ngurah Sudana seluas 400m2.
Kala itu, Iska Juliahedi ke rumah Oka Mustawan selaku kadus, untuk minta tandatangan. “Namun Oka Mustawan tidak mau memberikan tandatangan, karena menurutnya tanah yang dimohonkan tanah lebih,” ucap jaksa.
30 Nopember, saksi Iska kembali datang ke rumah terdakwa Mustawan minta tandatangan. Namun kembali Mustawan tidak bersedia, dengan meminta Iska meminta tangan kades terlebih dahulu. Iska alias Rah Tut itu kemudian ke kantor desa dan bertemu kaur pemerintahan, Ni Nyoman Mini.
Surat kemudian dicek dan diajukan ke kades. Namun setelah dicek, surat itu ada kekurangan, yakni tandatangan Kelian Dinas Banjar Menak. Tak lama berselang, di kantor desa datang Mustawan, dan mengarahkan supaya saksinya dari Pakaseh Siyut Ajik Raka (terdakwa I Gusti Ngurah Raka).
Saat itulah Iska mencari Ngurah Raka. Surat permohonan itu kemudian ditandatangani Ngurah Raka. Setelah itu, saksi Gusti Ngurah Iska kembali ke kantor desa dan berkas diserahkan ke saksi Nyoman Mini. Dan sebelum pulang, saksi sempat menanyakan soal biaya, dan dijawab Rp 500 ribu. Saat mau dibayar, tidak diizinkan dan dikatakan nanti saja setelah surat selesai.
Iska kemudian keluar kantor, namun dihentikan oleh Mustawan dan Ngurah Raka dan Iska digiring ke tempat sepi, persisnya di wantilan. Ngurah Raka saat itu minta pengertian Iska karena sudah membubuhkan tandatangan, dan itu juga disebut pengurusan sertifikat tanah lebih. Begitu juga dengan Mustawan, meminta pengertian Iska walau mereka bersaudara, dengan alasan yang sama sudah mau tandatangan walau itu tanah lebih.
Dari sanalah terjadi penawaran, berapa mereka minta uang, yang disebutnya uang beli kopi. Akhirnya pihak pemohon tandatangan membawa uang, dan tak lama berselang ditangkap dan digeledah polisi dari Polda Bali. (miasa/balipost)