SEMARAPURA, BALIPOST.com – Desa Besan, Kecamatan Dawan terkenal sebagai penghasil gula aren terbaik. Hingga saat ini harga gula merah khas Besan memiliki harga yang lebih mahal dari gula merah lainnya yakni Rp 25 ribu per kilogram.
Namun, akibat menyusutnya penyadap, jumlah gula merah tersebut kini terbatas. Beberapa diantaranya pun memilih untuk membuat dodol nangka yang bahan bakunya berasal dari kebun sekitar.
Perajin gula merah asal Banjar Kawan Desa Besan, Nyoman Suela (50) mengatakan sudah sejak lama pihaknya memilih untuk berkecimpung ke usaha dodol nangka. Hal ini dilakukan karena bahan baku pembuatan gula merah sangat terbatas.
Apalagi banyak masyarakat Desa Besan yang memilih untuk berhenti menyadap gula mengingat resiko yang dihadapi amat tinggi.
Nyoman Suela menyampaikan, masyarakat Besan dulu seluruhnya merupakan pembuat gula merah. Dalam satu keluarga ada satu hingga dua orang yang bertugas sebagai penyadap gula. Namun akibat hasil sadap tidak bisa dipastikan hasilnya, banyak masyarakat yang beralih profesi.
“Banyak yang merantau bekerja di luar. Sekarang hanya ada 50 orang saja masih membuat gula merah,” tuturnya saat ditemui, Senin (6/3).
Pihaknya pun mengaku lebih banyak memproduksi dodol nangka dibandingkan gula merah. Mengingat jumlah bahan baku gula merah sangat terbatas. “Produksi gula merah baru bisa dilakukan saat ada bahan baku. Sehari paling banyak hanya lima kilogram dapat diproduksi,” tuturnya.
Gula merah cetak perkilogramnya dihargai Rp 25 ribu. Sementara bila dibuat menjadi gula butiran halus atau gula semut harga bisa naik hingga Rp 40 ribu. Hanya saja untuk gula semut lebih sulit pemasarannya karena peminat kebanyakan hotel-hotel. Sementara gula merah cetak banyak diserap di pasar tradisional.
Sementara untuk dodol nangka saat ini hanya bisa memproduksi 400 dodol tiap harinya. Produksi dodol menurun akibat terbatasnya jumlah buah Nangka. “Kalau tiap harinya bisa memproduksi sampai 1200 biji, sekarang menurun hanya 400 biji sehari,” jelasnya.
Selain jumlah produksi yang mengalami penurunan, harga bahan baku pun melonjak hingga dua kali lipat. Satu buah nangka yang sebelumnya berkisar Rp 12 ribu saat ini meningkat hingga Rp 25 ribu. Meski harus mengeluarkan biaya produksi yang lebih tinggi Nengah Yuliati tidak mau meningkatkan harga dodol yang dijualnya. Satu dodol nangka hasil produksinya dihargai Rp 1.000.
Menurut perajin yang telah berkecimpung selama empat tahun ini, pembuatan dodol nangka tersebut untuk memenuhi permintaan pasar oleh-oleh khas Bali di Denpasar.
Dodol nangka ini dibuat secara tradisional dengan memanfaatkan kayu bakar. Selain itu, bahan baku hanya memanfaatkan gula pasir dan buah nangka tanpa tambahan bahan pengawet. Meski dibuat secara alami, Nyoman Suela menjamin dodol produksinya tersebut dapat bertahan lama hingga tiga bulan. Mengingat produksi melewati proses pengeringan hingga kadar air berkurang drastis. (dewa farendra/balipost)